Jumat, 19 November 2010

Perbedaan Sarune (Alat Musik Tiup Suku Batak) pada Suku Batak Toba dan Karo

Sumber :
Penelitian atas Nama
Hotma A.G. Aritonang
Dipostkan oleh zairifblog

       Kalau kita dengar istilah “musik Batak”, apakah yang muncul dalam pikiran kita? Istilah “Batak” berkenaan dengan sesuatu bangsa besar yang mengandung beberapa suku yang kebudayaannya dan bahasanya berhubungan, tetapi juga berbeda. 

       Suku Batak termasuk suku Batak Toba, Karo, Simalungun, Pakpak – Dairi, Mandiling, dan Angkola. Menurut kebiasaan di Indonesia, kalau kita dengar akta “Batak” kita biasanya pikir tentang kebudayaan Batak Toba. Kemudian, kecuali kita yang bekerja dalam suasana anthropologi atau etnomusikolog, istilah “musik batak” hampir selalu disamakan dengan musik “Batak Toba”. Kalau kita pikir tentang musik Batak, apakah itu yang timbul dalam akal kita? Dalam koat-kota besar seperti Medan, jawabnya hampir selalu terkait dengan musik pop Batak seperti musik trio vokal yang biasanya bisa didengar di pesta kawin, siaran, siaran radio musik Batak, Karaoke, lapotuak, dsb. 

         Pada masyarakat Toba atau Tapanuli Utara terdapat beberapa jenis ensambel musik, yaitu Gondang sabangunan, Gondang hasapi, dan Uning-Uningan. Gondang Sabangunan merupakan ensambel musik terbesar yang terdapat di Toba. Ensambel musik ini juga digunakan untuk upacara-upacara adat yang besar. Disamping gondang sabangunan, gondang hasapi adalah ensambel lebih kecil, kemudian uning-uningan. Sebutan untuk pemain musik ini secara keseluruhan walaupun penyebutan untuk masing-masing instrumen juga ada disebut porgonsi. Terkadang disebut ‘Panggul pargonsi’ saja. Disamping ensambel tersebut juga masih terdapat alat-alat musik berupa solo instrumen dan yang digunakan sebagai alat-alat mendukung permainan atau lebih bersifat pribadi.

          Pada masyarakat Karo, kutaraya 0405 mengatakan “Sierjabetan begitulah sebutan Orang Karo kepada pemain musik tradisional-nya, dimana mereka (Sirejabaten atau penggual) berfungsi sebagai pengiring musik upacara adat Suku Karo, baik itu pernikahan, pesta panen, kemalangan atau lainnya”. Jadi hari hal tersebut maka sebenarnya profesi ini bisa dibilang sudah cukup lama sekali ada dalam perkembangan dan perjalanan hidup Suku Karo. Jadi menurut saya mereka mulai dikenal ketika masyarakat Karo menyadari kebutuhan akan hiburan dalam setiap acara adat mereka. Pada kenyataannya peran serta mereka sangatlah vital dalam setiap acara pesta adat, sebab tanpa mereka sebuah acara adat tidak lengkap dan sempurna, meraka adalah sekumpulan penghibur juga bisa dibilang irama, nyawa dan tolak ukur kemeriahan sebuah acara adat. Semakin hebat keahlian mereka dalam bermain musik maka makin tinggi pula pamor mereka (Sierjabaten) dimata masyarakat Karo. 

         Sierjabaten memiliki kehalian dalam bermain berbagai macam alat musik tradisional Karo yang terdiri atas Sarune, Gendang Singanaki, Gendang Singindungi, Gendang Penganak, dan Gung. Setiap pemain alat musik mempunyai nama masing-masing sesuai dengan alat musik yang mereka mainkan, pemain sarune disebut “panarune”, pemain gendang (singanaki dan singindungi) disebut “pengguna”, dan pemain penganak disebut “simalu penganak” dan pemain gung disebut “simalu gung” , serta pemain mangkuk michiho disebut “simalu mangku michiho”.
             Dari keterangan di atas dapatlah kita mengetahui perbedaan setiap instrument-insturment musik tradisional yang dimiliki oleh masyarakat batak Toba dengan batak Karo. Salah satunya yaitu pada kelompok aerofon, dimana aerofon dikatakan alat musik yang menghasilkan bunyi akibat getaran udara. Kita dapat mengambil satu contoh instrument musik yang ada pada masyarakat batak Toba dengan Batak Karo, yaitu “Sarune”.


1 komentar:

Anonim mengatakan...

MAsih ada rupanya blog yang berniat melestarikan budaya batak....

Posting Komentar