Bismilllaahirrohmanirrohiimm.....
Baru saja aku membaca kalimat itu, rasa ada yang perih di dada ini, tapi memang kalimat itu sudah sepantasnya apalagi akan sulit baginya untuk meninggalkan itu setelah dia melakukan dan merasakannya. Kekeliruankulah yang masih berusaha bertahan dan berharap, menunggu dan membiarkan tanpa berusaha mengubah dan membalik keadaan, karena memang sangat tidak lazim bagiku. Tetapi sesaknya dada haruslah kutahan karena sudah sepantasnya dada yang sempit ini merasakan kesesakan atas kesakitan-kesakitan yang dirasakan dada ini tetapi masih dimaafkan oleh dada ini juga.
Sungguh, dan sungguh aku memahami aku mengerti tetapi aku telah menanamkan kesakitan yang menyesakkan dan berujung kepahitan dalam perjalanan ini, layaknya debu oh,, tidak mungkin butiran debu yang kapan saja bisa terbang dan tertiup angin, atau diterpa hujan. Hilang begitu saja, musnah, lenyap tidak berbekas. Bahkan kebaikan dan sejuta ketulusanpun tidak mampu mempertahankan butiran debu itu untuk membekas sedikitpun. Tapi itu memang harus, harus dan harus, karena bagaimanapun tidak akan pernah layak untuk dikatakan boleh jika harus menuturkan peraturan yang tertulis dalam hal apapun dalam pendirian yang diyakini.
Jiwa, hati, diri, pikiran ini, sejatinya hanya milik Allah, dan kesakitan ini juga ujian akan cinta dan segala yang ada dalam dada ini. Aku sungguh-sungguh dan semoga Allah akan Menerimaku. Aamiinn.