Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem
pengelolaan produksi pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan
kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas
biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input dari dalam dan
menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan kultural. Dalam sistem
pertanian organik masukan (input) dari luar (eksterna) akan dikurangi dengan
cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, pestisida, dan bahan bahan sintetis
lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan hukum alam yang harmonis dan
lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil
pertanian sekaligus miningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit
( Sembiring dkk, 2005).
Pertanian organik secara teoritis sangat baik bagi
lingkungan. Praktiknya yang ramah bagi lingkungan sangat baik diterapkan secara
massal. Dari segi energi, pertanian organik juga turut berperan dalam penurunan
emisi terutama CO2, CH4, dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan, pertanian
organik mempunyai dasar pemikiran yakni mendukung kearifan lokal seperti
pengetahuan pertanian petani adat dan lokal.
Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci
keberhasilak sistem pertanian organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun
biologi. Bila kesuburan tanah telah baik, maka akan tercipta lingkungan pertanaman
terutama untuk perakaran yang diinginkan, ketersediaan hara – hara makro dan
mikro terpenuhi dan aktivitas mikroorganisme tanah untuk membantu kesuburan
tanah juga terjaga.
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan
mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting.
Peran mikroba dalam tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpan
sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain.
Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan
kesuburan tanah memerlukan pengetahuan darii berbagai disiplin ilmu secara
terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan
mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunakan sebagai
biofertilizer (pupuk hayati).
Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah
dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah
mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang
dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif.
Selanjutnya galur yang efektif diisolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan
apakah hasil inokulasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman.
Mikroorganisme yang diinokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan
tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan
tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.
Apabila mikroorganisme yang diinokulasikan cukup efektif
dalam meningkatkan hasil tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan
metode untuk memperbanyak dengan skala dengan skala yang besar. Pada
umumnya, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi.
Apabila populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap
berikutnya adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas
selanjutnya adalah membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara
memanfaatkan inokulan di lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan
biji), termasuk memecahkan semua masalah yang mungkin dihadapi dalam
mempertahankan inokulan tettap efektif, terutama yang berhubungan dengan
pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan pemanfaatan (Susanto, 2002).
Terimakasih atas kunjungannya, semoga berkenan Untuk Iklan dan Donasinya ke Link ini
0 komentar:
Posting Komentar