Senin, 14 Mei 2012

Peran Biofertilizer


Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan produksi pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input dari dalam dan menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan kultural.  Dalam sistem pertanian organik masukan (input) dari luar (eksterna) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk kimia buatan, pestisida, dan bahan bahan sintetis lainnya. Dalam sistem pertanian organik kekuatan hukum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus miningkatkan ketahanan terhadap serangan hama dan penyakit ( Sembiring dkk, 2005).
Pertanian organik secara teoritis sangat baik bagi lingkungan. Praktiknya yang ramah bagi lingkungan sangat baik diterapkan secara massal. Dari segi energi, pertanian organik juga turut berperan dalam penurunan emisi terutama CO2, CH4, dan N2O. Dari segi sosial kemasyarakatan, pertanian organik mempunyai dasar pemikiran yakni mendukung kearifan lokal seperti pengetahuan pertanian petani adat dan lokal.
Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilak sistem pertanian organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah telah baik, maka akan tercipta lingkungan pertanaman terutama untuk perakaran yang diinginkan, ketersediaan hara – hara makro dan mikro terpenuhi dan aktivitas mikroorganisme tanah untuk membantu kesuburan tanah juga terjaga.
Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba dalam tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpan sementara dan pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain.
Keberhasilan memanfaatkan mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan pengetahuan darii berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati).
Selanjutnya mikroorganisme hasil isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif diisolasi, dan dilakukan pengujian di lapangan apakah hasil inokulasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Mikroorganisme yang diinokulasi harus sesuai dengan kondisi lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli.
Apabila mikroorganisme yang diinokulasikan cukup efektif dalam meningkatkan hasil tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode  untuk memperbanyak dengan skala dengan skala yang besar. Pada umumnya, mikroorganisme akan tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya adalah memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk memecahkan semua masalah yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan inokulan tettap efektif, terutama yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan, penyimpanan, dan pemanfaatan (Susanto, 2002).



 Terimakasih atas kunjungannya, semoga berkenan Untuk Iklan dan Donasinya ke Link ini


0 komentar:

Posting Komentar