Wali
dalam suatu pernikahan merupakan persyaratan mutlak dalam suatu akad
nikah.Sebagian fuqaha menamakannya sebagai rukun nikah, sedangkan yang lain
menetapkan sebagai syarat sah nikah.
Pendapat
ini adalah pendapat sebagian besar para ulama. Mereka beralasan dengan dalil
Al-qur’an sebagai berikut :
و اِ ذا طلقتم ا لنسا ء فبلغن أ جلهن فلا تعضلو
هن أ ن ينكحن ا ز و ا جهن إ ذا تر ضو بينهم با ا لمعر ف (ا لبقر ة 2 : 232 )
Artinya :
Apabila kamu mentalaq isteri-isterimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu
para wali menghalangi mereka ( para isteri ) kawin lagi dengan bekas suaminya
apabilah telah dapat keridaan diantara mereka dengan cara yang ma’ruf ( Q.S.
Al-Baqarah : 232 ).[1]
Asbabun
nuzul ayat ini berdasarkan suatu riwayat yang mengemukakan bahwa ma’qil ibn
yang mengawinkan saudara perempuannya kepada seorang laki-laki muslim. Beberapa
lama kemudian diceraikannya dengan satu talak, setelah habis iddahnya mereka
berdua in gin kembali lagi, maka datanglah laki-laki tadi bersama-sama umar ibn
khattab untuk meminangnya, ma’qil menjawab : hai orang celaka, aku muliakan kau
dan aku kawinkan dengan saudaraku tapi kau ceraikan dia, demi allah dia tidak
akan kukembalikan kepadamu, maka turunlah ayat tersebut, Al-baqarah : 232.
Ayat ini
melarang wali menghalang halangi hasrat perkawinan kedua orang itu.Setelah
ma’qil mendengar ayat itu, maka ia berkata aku dengar dan aku taati tuhan.Dia
memanggil orang itu dan berkata : aku nikahkan engkau kepadanya dan aku
muliakan engkau (H.R Bukhori, Abu daud, dan turmidzi ).[2]
Melihat
dari sebab-sebab turunnya ayat ini dapat diambil kesimpulan bahwa wanita tidak
dapat mengawinkan dirinya sendiri tanpa adanya wali. Andaikan wanita itu dapat
mengawinkan dirinya sendiri tentunya dia akan melakukan itu. Ma’qil Ibn Yasar
tentunya tidak akan dapat menghalangi saaudara wanitanya itu. Andai kata dia
tidak mempunyai kekuasaan itu, atau andai kata kekuasaan itu ada pada diri
saudara wanitanya.Ayat ini merupakan dalil yang tepat untuk menetapkan wali
sebagai rukun atau syarat sah nikah, dan wanita tidak dapat menikah kan dirinya
sendiri.
عن عا ئشة ا ن ر سول ا لله صلى ا لله عليه و سلم قا ل أ يما ا مر أ ة نكحت بغير ا ذ ن و
ليا فنكا حها با طل فنكا حها با طل فنكا حها با طل فا ن د خل ها فلها مهر بما ا
ستحل من فر جحا فا ذ ا ا هتجر فا لسلطا ن و لي من لا و لي له (ر وا ه أحمد و ا بو د ا و د و ا بن ما جه و ا
لتر مذ ي )
[3]
Artinya : Dari Abu Burdah Ibn Abi Musa dari ayahnya berkata dia: Bersabda
Rasulullah SAW : Tidak sah nikah kecuali dengan wali. (
H.R Ahmad,Abu Daud, Turmudzi, Ibn Hibban dan Al-Hakim )
Sebagian
besar para ulama berpndapat bahwa perkawinan itu mempunyai beberapa tujuan,
karena wanita suka dipengaruhi oleh perasaannya, maka ia tidak pandai memilih
sehingga tidak dapat memperoleh tujuan-tujuan utama perkawinan. Para wanita tidak boleh mengurus langsung akadnyam tetapi hendaklah
diserahkan kepada walinya agar tujuan perkawinan ini benar-benar tercapai
dengan sempurna. Pendapat yang berbeda dengan pendapat sebagian besar para
ulama adalah pendapat abu hanifah dan abu yusuf, Hanafi tidak mensyaratkan wali
dalam suatu pernikahan. Perempuan yang sudah baligh boleh mengawinkan dirinya
sendiri, tetapi wajib dihadiri oleh dua orang saksi. Sedangkan malik
berpendapat wali adalah syarat untuk mengawinkan perempuan bangsawan untuk
mengawinkan perempuan awam.
Anak
kecil, budak, orang gila tidak dapat menjadi wali. Bagaimana mereka akan
menjadi wali, sedangkan untuk menjadi wali atas diri mereka sendiri tidak
mampu. Abu Hanifah dan abu Yusuf berkata
ا ن ا لمر أ ة ا لعا قلة ا لبا لغة لها ا لحق في
مبا شر ة ا لعقد لنفسها بكر ا كا نت أ و شيبا و يستحب لها إ ن تو كل عقد
ز و ا جها لو ليها صو نا لهاعن ا لتبذ ل إ ذ هي
تو لت ا لعقد بمحضر من ا لر جا ل ا لأ جا نب عنها و ليس لو ليها
ا لعا صب حق ا لإ عتر ا ض عليها إ لا إ ذ ا ز و
جت نفسها من غير كفو ء أ و كا ن مهر ها أ قل من ا مهر ا
لمثل
Artinya :
Sesungguhnya seorang perempuan yang berakal, yang dewasa berhak mengurus
langsung akan dirinya, baik ia gadis maupun janda, akan tetapi yang disukai
adalah apabila ia menyerahkan akad perkawinannya kepada walinya, karena menjaga
pandangan yang merendahkan dari laki- laki lain apabila ia melakukan sendiri
akad nikahnya, akan tetapi bagi walinya yang asib ahli warisnya tidak berhak
menghalanginya, kecuali apabila ia melakukan perkawinan dirinya sendiri itu
dengan orang yang tidak sepadan atau apabila maskawinnya lebih rendah dari
mahar mitsil.
Wali
memegang peranan penting dalam perkawinan. Wali nikah dalam islam mempunyai
persyaratan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi, karena itu tidak semua
dapat menjadi wali nikah, sebagaimana disebutkan dalam KHI pasal 20 ayat (1),
bahwa yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi
syarat hukum islam yakni muslimm aqil dan baligh.[4]
Didalam
kitab Hidayah al - Mujtahid juga dinyatakan sebagai berkut :
[5] فا نهم ا تقو ا
على ا ن من شر ط ا لو لا ية ا لا سلا م و ا لبلو غ و ا لذ كو ر ية
Artinya :
Mereka telah sepakat bahwa syarat wali adalahIslam baligh dan berakal.
Hal ini
sesuai dengan yang disebutkan didalam kitab hukum perkawinan. Dalam islam ada
tiga syarat yang disepakati Imam Mazhab yaitu :
- Islam
Disyaratkan
wali itu seorang muslim apabila yang dikawinkan itu seorang muslim pula, maka
tidak boleh seorang muslimah dinikahkan dengan seorang kafir.
Firman
Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 28.
لا يتخذ ا لمو منو ن ا لكا فرين أو ليا ء من د و ن ا لمو منين و من يفعل ذ
لك فليس من ا لله في ا لله شيا ا لا ا ن تتقو ا منهم تقا ة و يحذ ر كم ا لله نفسه و إ لي ا لله
ا لمصير
Artinya :
Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan
meninggalkan orang-orang Mukmin. Barangsiapa berbuat demikian niscaya lepaslah
ia dari pertolongan Allah, kecuali karena ( siasat ) memilihara dari sesuatu
yang ditakuti. Kepada Allah kembalimu.[6]
Beralasan
dengan ayat diatas pula ulama berpendapat bahwa menyangkut orang kafir untuk
mengurus urusan kaum Muslimin itu tidak boleh.
(قا ل ا لجهصا ص) و عد هذ ه ا لا ية و
نظا ءر ها و لا لة ا ن لا و لا ية للكا فر على ا لمسلم في شيء و ا نه ا ذ ا كا
ن للكا فر ا بن صغير مسلم با سلا م ا مه
فلا و لا ية له عليه من تصر ف و لا تز
و يج و لا غير
Artinya: Al-Jassas berkata:Pada ayat ini yang semakna dengan ini
menunjukkan tidak pada kekuasaan bagi orang kafir pada sesuatu urusan atas
orang muslim yang masih kecil karena ibunya masuk islam,maka tidak ada hak atas
anak itu,baik tentang hartanya,perkawinanya maupun yang lainnya.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa orang kafir tidak ada kekuasaan terhadap
urusan orang islam termasuk juga dalam hal kewalian,maka orang kafir tidak bisa
menjadi wali bagi orang miskin.
2.Baligh
dan berakal
Baligh
dan berakal merupakan persyaratan bagi wali, maka tercegahlah wali yang
anak-anak dan orang gila, karena anak-anak dan orang gila itu masih dibawah
kewalian orang lain.
فلا يجو ز ا ن يكو ن ا لصبي و ا لمجنو ن و ليين
لأنه مو لي عليهما لا ختلا ل نظر هما في ا مصلحتهما
Artinya :
Maka tidak boleh anak-anak dan orang gila sebagai wali karena itu sebenarnya
orang al ayat ini yang semakna dikan, karena ada kekurangan akal fikirannya dalam kemaslahatan
keduannya.
Orang
gila dan anak-anak adalah orang-orang yang tidak dibebani karena tidak dapat
mempertanggung jawabkan perbuatannya dan tidak bisa untuk memelihara
kebaikannya apalagi untuk kepentingan orang lain.
3.Merdeka.
Disyaratkan
wali itu merdeka, maka tidak boleh hamba menjadi wali, karena hamba itu tidak
layak bagi dirinya, bagaimana ia dapat menjadi wali bagi orang lain.
4.Laki-laki
Disyaratkan
wali itu laki-laki, maka perempuan tidak sah menjadi wali, Sabda Rasulullah SAW
عن ا بي هرير ة ر ضي ا لله عنه قل : قل ر سو ل ا
لله ص م لا تز و ج ا لمر أ ة و لا ينز و ج ا لمر أ ة نفسها (
روه ا بن ما جه و ا لدار قطني )
Artinya :
Dari Abu Hurairah R.a ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Tidak menikahkan
perempuan akan perempuan. Dan tidak akan menikahkan akan dirinya sendiri ( H.R Ibn Majah dan
Daruquntni )
5. Adil
Imam
syafi’I mensyaratkan wali itu harus seorang yang adil, maka tidak sah apabila
wali itu tidak adil, haram memandang beberapa factor yang menyebabkan hilangnya
wibawa seorang wali dalam perkawinan apabila ia tidak sanggup berlaku adil.
لقوله صلي ا لله عليه وسلم (لا نكا ح ا لا بو لي
مرشد) راواه ا لشا فعي في مسند ه بسند
صحيح قا ل ا لا مام [7] ا صح شئ ء في ا
لبا ب
Artinya :
Rasulullah SAW bersabda : Tidak sah pernikahan kecuali dengan wali yang
mursyid ( H.R as – Syafi’I dalam musnadnya dengan sanad yang sahih. Imam
Ahmad berkata : Hadist tersebut adalah yang paling sahih dalam bab ini.
Adapun
yang dimaksud dengan mursyat menurut Imam Syafi’I adalah :
[8] قا ل ا لا مام ا
لشا فعي ر ضي ا لله عنه و ا لمرا د با لمر شد ا لعد ل
Artinya :
Imam Syafi’I R.a berkata : Dan yang dimaksud dengan Mursyid adalah adil.
Mursyid
dalam hadist tersebut dianggap sebagai persyaratan yang utama bagi seorang
wali, karena orang yang tidak dapat berlaku adil dikhawatirkan perwaliannya
akan membawa kepada hal-hal yang tidak baik atau membawa akibat sampingan yang
mengurangi nilai perkawinan tersebut.
[1] Dapertemen agama RI,
Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Toha Putra,1986).
[2] Qamaruddin Saleh, Asbabun
Nuzul (Bandung:Diponegoro,1984),h.78.
[3] Muslim al-Hajjaj, Sahih Muslim, juz li (Beriut:
Dar al-Kutub al-Iimiyah, 1996),h.1036.
[4] Inperes No.1 Tahun 1991, Kompilasi Hukum Islam,h. 26.
[5] Ibn Rusyd, Bidayah al- Mujtahid, Juz II (Mesir:Al-
Babi al- Halabi 1960), h. 17.
[6] Dapartemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahannya, h. 145.
[7] Muhammad Syarbaini
al-khatib, Mugni al-Muhtaj.Juz III
(Beirut : Dar al- Fikr, 1978 ), h. 155.
[8] Muhammad Syarbaini
al-khatib, Al- Iqna, Juz II (Beirut:
Dar al-Fikr, t,th.),h.123.
Terimakasih atas kunjungannya, semoga berkenan Untuk Iklan dan Donasinya ke Link ini
0 komentar:
Posting Komentar