Ibn ‘Abbas, keponakan Nabi, yang juga masyhur sebagai tarjuman
al-quran pernah menjadi gubernur Basrah di bawah kepemimpinan khalifah ‘Ali.
Seorang sahabat yang memiliki otoritas yang sangat besar dalam bacaan quran.
Walaupun beberapa mushaf sekunder –seperti mushaf ‘Ikrimah, ‘Atha`, dan Sa’id
bin Jubayr- meneruskan tradisi teksnya, muushafnya tidak pernah menjadi panutan
masyarakat kota tertentu.
Jeffery memperkirakan mushaf Ibn ‘Abbas mencerminkan salah
satu bentuk resmi dari tradisi teks madinah. Dari hubungan dekatnya yang resmi
dengan khalifah ‘Utsman saat pengkodifikasian resmi, dipastikan mushafnya
diserahkan kepadanya dan dimusnahkan. Karakter mushaf Ibn ‘Abbas yang sama seperti yang lain
adalah eksisinya dua surat ekstra, yaitu surat al-Khal’ dan al-Hafd. Jadi,
surat dalam mushafnya berjumlah 116. Tetapi dalam daftar susunan surat
mushafnya, kedua surat ini tidak tercantum. Ibn ‘Abbas berpedoman urutan
kronologis dalam menyusun tartib surat. Berawal dari surat Iqra` dan berakhir
dengan surat al-Nas.
Bacaan-bacaan Ibn ‘Abbas dalam sejumlah kasus
mendukung varian-varian bacaan dalam tradisi teks Utsmani, seperti bacaan
Hamzah, al-Kisai, Ibn Katsir, Nafi’, Abu Amr dan Ibn Amir, yang agak berbeda
dari bacaan ‘Ashim. Dalam berbagai kasus, bacaan Ibn ‘Abbas selaras dengan
bacaan bacaan Ibn Mas’ud, dan lebih sedikit dengan bacaan Ubay.
Beberapa perbedaan antara mushafnya dengan mushaf Utsmani
dicontohkan seperti: perbedaan vokalisasi dengan kerangka konsonan kata yang
sama, seperti fi ‘ibadi (QS. Al-Fajr:29) dibaca fi ‘abdi; perbedaan jamak dan
mufrad kata, seperti al-masyriqi wa-l maghribi dibaca al-masyariqi wa-l
magharibi, dan ayatun bayyinatun (jamak) dibaca ayatun bayyinatun (mufrod);
perbedaan pemberian titik diiakritis untuk kerangka konnsonan, sehingga
huruhnya berbeda, seperti yaqusshu-l haqq dibaca dengan huruf dlad, hingga
menjadi yaqdli bi-l haqq, dengan disisipi huruf ba`, penambahan kata dalam ayat
juga ditemukan dalam mushaf Ibn ‘Abbas, seperti fanadaha min tahtiha disisipi kata
malakun, hingga dibaca fanadaha malakun min tahtiha; penghilangan kata;
perbedaan kerangka grafis, seperti shrirath tidak ditulis dengan huruf shad,
tetapi dengan huruf sin, wa atimmu-l hajja wa-l ‘umrota lillah ditulis dengan
huruf qaf, sehingga dibaca wa aqimu-l hajja; pemindahan kata dengan
mengakhirkan atau didahulukan, seperti laysa ‘alaikum junahun menjadi laysa
junahun ‘alaikum.
0 komentar:
Posting Komentar