Jumat, 23 Desember 2011

Mushaf Pra Mushfaf Utsmani (Sebelum Mushaf Utsmani)


Pada abad ke-4H beberapa sarjana mislim melakukan kajian khusus mengenai mushaf-mushaf ini. Kajian yang paling popular adalah yang dilakukan Ibn al-Anbari , sebelum karya Ibn Mujahid tentang tujuh qiraat. Sayangnya, Kitab al-Mashahif yang disusun oleh Ibn al-Anbari telah hilang ditelan zaman, dan tidak ditemukan bukti langsung keberadaanya, dan hanya dapat diketahui dalam kutipan-kutipan yang ditulis ilmuan muslim setelahnya, seperti dalam karya al-Suyuthi. Satu-satunya karya yang paling kuno adalah yang ditulis Ibn Abi Daud al-Sajistani (w.316H), Kitab al-Mashahif. Hanya saja, buku ini adalah yang paling sedikit cakupannya dibanding karya-karya ilmuan ahli pada zamannya.


     Dalam karya-karya tafsir kuno, sering dijumpai perujukan kepada varian beberapa mushaf pra-Utsmani. Terkadang hanya disebutkan dengan ungkapan “mushaf sahabat”, “dalam beberapa mushaf lama”, atau “dalam bacaan yang terdahulu”. Selain itu, dibuat mushaf yang keberadaanya eksisi di kota-kota tertentu, sperti “mushaf kota Basrah”, “mushaf kota Hims”, mushaf ahl al-Aliyah”. Kadangkala dinisbatkan juga ke pemilik mushaf pribadi, seperti “mushaf milik kakeknya Malik bin Anas”, atau “mushaf milik Ubay” dan lainnya.


   Arthur Jeffery mengklasifikasikan mushaf-mushaf lama ke dalam 2 kategori utama: 
- Mushaf primer 
- Mushaf sekunder

    Sekalipun Jeffery tidak mengemukakan apapun mengenai karakteristik pengkategoriannya, bisa diketahui yang ia maksud dengan mashahif primer adalah mushaf-mushaf independen yang dikumpulkan secara individual oleh para sahabat, dan sekunder yang dikumpulkan tabiin yang sangat bergantung pada mashahif primer. Dalam kasus-kasus tertentu, mashahif ini belum tentu secara aktual bermakna suatu kumpulan al-quran yang tertulis. Tetapi terdapat bukti dari berbagai sumber yang menunjukkan eksistensi mushaf-mushaf tertentu dalam bentuk kumpulan tertulis al-quran. Berikut 15 mushaf-mushaf primer yang dikategorisasikan Jeffery: (penisbatan pemilik mushaf) Salim bin Ma’qil, ‘Umar bin Khattab, Ubay bin Ka’b, Abdullah Ibn Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ary, Hafshah bint ‘Umar, Zayd bin Tsabit, ‘Aisyah bint Abu Bakr, Ummu Salamah, ‘Abdullah bin Amr, Abdullah Ibn ‘Abbas, Abdullah Ibn al-Zubayr, ‘Ubayd bin ‘Umair, Anas bin Malik. Sedangkan yang dimaksud mushaf-mushaf sekunder ialah 13 mushaf ini: ‘Alqamah bin Qays, al-Rabi’ bin Khutsaim, al-Harits bin Suwayd, al-Aswad bin Yazid, Hiththan bin Abdullah, Thalhah bin Musharrif, al-A’masy, Sa’id bin Jubayr, Mujahid, ‘Ikrimah, ‘Atha bin Abi Rabah, Shalih bin Kaisan, dan Ja’far al-Shadiq.

Yang penting di soroti di sini adalah perbedaan mencolok ‘Ubayd bin ‘Umair. Lazim diketahui, dia adalah seorang tabiin, bukan sahabat. Dalam Kitab al-Mashahif, al-Sijistani mengkategorikkan mushaf-mushaf kuno ke dlam 2 kelompok: mushaf sahabiy dan mushaf tabi’iy, dan mushaf yang ditulis ‘Ubayd bin ‘Umair termasuk golongan kedua. 

Yang relevan untuk dikaji di sini ialah mushaf-mushaf primer menurut Jeffery. Mushaf-mushaf ini menunjukkan usaha individu-individu yang sadar di kalangan sahabat Nabi, dan mushaf-mushaf sekunder lebih menunjukkan pengaruh masahif primer yang menjadi panutan muslimin dalam tradisi qiraah di kota-kota besar saat itu. Namun demikian, hanya sedikit dari sekian jumlah mushaf di atas yang berpengaruh dalam masyarakat. Dalam tenggang waktu 20 tahun –selisih wafatnya Nabi Muhammad saw hingga pegumpulan al-quran masa Utsman- hanya sekitar 4 mushaf sahabat yang berhasil memapankan pengaruhnya di masyarakat. Keempat mushaf yang dimaksud adalah milik: Ubay bin Ka’b, Abdullah bin Mas’ud, Abu Musa al-Asy’ary, dan Miqdad bin Aswad. Di samping keempat mushaf ini, mushaf Ibn ‘Abbas walaupun tidak menjadi otoritas pada masanya, juga perlu diperhatikan berdasarkan signifikansinya yang nyata dalam perkembangan kajian al-quran yang timbul belakangan. Kelima manuskrip ini sayangnya tidak bertahan sampai sekrang, sehingga permasalahn bentuk lahiriah dan tekstualnya hanya bisa dioketahui lewat sumber-sumber tidak langsung. Bahkan, mushaf Miqdad bin Aswad tidak dapat diketahui jejaknya sama sekali, sehingga Jeffery tidak memasukkannya dalam skema mashahif primer. Miqdad berasal dari Yaman dan melarikan diri ke Makkah setelah terjadinya sengketa berdarah di daerah asalnya. Ia termasuk salah seorang sahabat yang pertama kali mengimani risalah Nabi dan ikut serta hampir seluruh peperangan pada masanya. Pengaruh mushafnya di kalangan penduduk Hims tidak dapat ditelusuri. Dalam tulisan yang terbatas ini akan ditemui karakteristik unik dari keempat mushaf yang masyhur. 

Berikut Keterangan untuk melihat selengkapnya (klik pada bagian judul)

0 komentar:

Posting Komentar