Pada abad ke-4H beberapa
sarjana mislim melakukan kajian khusus mengenai mushaf-mushaf ini. Kajian yang
paling popular adalah yang dilakukan Ibn al-Anbari , sebelum karya Ibn Mujahid
tentang tujuh qiraat. Sayangnya, Kitab al-Mashahif yang disusun oleh Ibn
al-Anbari telah hilang ditelan zaman, dan tidak ditemukan bukti langsung
keberadaanya, dan hanya dapat diketahui dalam kutipan-kutipan yang ditulis
ilmuan muslim setelahnya, seperti dalam karya al-Suyuthi. Satu-satunya karya
yang paling kuno adalah yang ditulis Ibn Abi Daud al-Sajistani (w.316H), Kitab
al-Mashahif. Hanya saja, buku ini adalah yang paling sedikit cakupannya dibanding
karya-karya ilmuan ahli pada zamannya.
Dalam karya-karya tafsir kuno, sering dijumpai
perujukan kepada varian beberapa mushaf pra-Utsmani. Terkadang hanya disebutkan
dengan ungkapan “mushaf sahabat”, “dalam beberapa mushaf lama”, atau “dalam
bacaan yang terdahulu”. Selain itu, dibuat mushaf yang keberadaanya eksisi di
kota-kota tertentu, sperti “mushaf kota Basrah”, “mushaf kota Hims”, mushaf ahl
al-Aliyah”. Kadangkala dinisbatkan juga ke pemilik mushaf pribadi, seperti
“mushaf milik kakeknya Malik bin Anas”, atau “mushaf milik Ubay” dan lainnya.
Arthur Jeffery
mengklasifikasikan mushaf-mushaf lama ke dalam 2 kategori utama:
- Mushaf primer
- Mushaf sekunder
Sekalipun Jeffery tidak
mengemukakan apapun mengenai karakteristik pengkategoriannya, bisa diketahui
yang ia maksud dengan mashahif primer adalah mushaf-mushaf independen yang
dikumpulkan secara individual oleh para sahabat, dan sekunder yang dikumpulkan
tabiin yang sangat bergantung pada mashahif primer. Dalam kasus-kasus tertentu,
mashahif ini belum tentu secara aktual bermakna suatu kumpulan al-quran yang
tertulis. Tetapi terdapat bukti dari berbagai sumber yang menunjukkan
eksistensi mushaf-mushaf tertentu dalam bentuk kumpulan tertulis al-quran.
Berikut 15 mushaf-mushaf primer yang dikategorisasikan Jeffery: (penisbatan
pemilik mushaf) Salim bin Ma’qil, ‘Umar bin Khattab, Ubay bin Ka’b, Abdullah
Ibn Mas’ud, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa al-Asy’ary, Hafshah bint ‘Umar, Zayd
bin Tsabit, ‘Aisyah bint Abu Bakr, Ummu Salamah, ‘Abdullah bin Amr, Abdullah
Ibn ‘Abbas, Abdullah Ibn al-Zubayr, ‘Ubayd bin ‘Umair, Anas bin Malik.
Sedangkan yang dimaksud mushaf-mushaf sekunder ialah 13 mushaf ini: ‘Alqamah
bin Qays, al-Rabi’ bin Khutsaim, al-Harits bin Suwayd, al-Aswad bin Yazid,
Hiththan bin Abdullah, Thalhah bin Musharrif, al-A’masy, Sa’id bin Jubayr,
Mujahid, ‘Ikrimah, ‘Atha bin Abi Rabah, Shalih bin Kaisan, dan Ja’far
al-Shadiq.
Yang penting di soroti di
sini adalah perbedaan mencolok ‘Ubayd bin ‘Umair. Lazim diketahui, dia adalah
seorang tabiin, bukan sahabat. Dalam Kitab al-Mashahif, al-Sijistani
mengkategorikkan mushaf-mushaf kuno ke dlam 2 kelompok: mushaf sahabiy dan
mushaf tabi’iy, dan mushaf yang ditulis ‘Ubayd bin ‘Umair termasuk golongan
kedua.
Yang relevan untuk dikaji di sini ialah mushaf-mushaf primer menurut
Jeffery. Mushaf-mushaf ini menunjukkan usaha individu-individu yang sadar di
kalangan sahabat Nabi, dan mushaf-mushaf sekunder lebih menunjukkan pengaruh
masahif primer yang menjadi panutan muslimin dalam tradisi qiraah di kota-kota
besar saat itu. Namun demikian, hanya sedikit dari sekian jumlah mushaf di atas
yang berpengaruh dalam masyarakat. Dalam tenggang waktu 20 tahun –selisih
wafatnya Nabi Muhammad saw hingga pegumpulan al-quran masa Utsman- hanya
sekitar 4 mushaf sahabat yang berhasil memapankan pengaruhnya di masyarakat.
Keempat mushaf yang dimaksud adalah milik: Ubay bin Ka’b, Abdullah bin Mas’ud,
Abu Musa al-Asy’ary, dan Miqdad bin Aswad. Di samping keempat mushaf ini,
mushaf Ibn ‘Abbas walaupun tidak menjadi otoritas pada masanya, juga perlu diperhatikan
berdasarkan signifikansinya yang nyata dalam perkembangan kajian al-quran yang
timbul belakangan. Kelima manuskrip ini sayangnya tidak bertahan sampai
sekrang, sehingga permasalahn bentuk lahiriah dan tekstualnya hanya bisa
dioketahui lewat sumber-sumber tidak langsung. Bahkan, mushaf Miqdad bin Aswad
tidak dapat diketahui jejaknya sama sekali, sehingga Jeffery tidak
memasukkannya dalam skema mashahif primer. Miqdad berasal dari Yaman dan
melarikan diri ke Makkah setelah terjadinya sengketa berdarah di daerah
asalnya. Ia termasuk salah seorang sahabat yang pertama kali mengimani risalah
Nabi dan ikut serta hampir seluruh peperangan pada masanya. Pengaruh mushafnya
di kalangan penduduk Hims tidak dapat ditelusuri. Dalam tulisan yang terbatas
ini akan ditemui karakteristik unik dari keempat mushaf yang masyhur.
Berikut Keterangan untuk melihat selengkapnya (klik pada bagian judul)
0 komentar:
Posting Komentar