Para orientalis denga metode pendekatan penelitian ala mereka, di samping
mengkritik dua hal yang terkait dengan mushaf Usmani di atas, tetapi lebih jauh
mereka mengkritik proses pemantapan teks dan qiraat menuju suatu teks Al Qur’an
yang utuh yang dipegangi dan dianggap sacral oleh kaum muslim atau dalam
istilah lain menuju suatu teks kanonik yang nantinya akan dijadikan pegangan
dalam menjalani kehidupan di dunai dan diakhirat.
Wansbrough dan para orientalis lain setelah mereka mengkaji mushaf Usmani dengan pendekatan dan metodolgi yang mereka gunakan, sebagai tindak lanjut dan konsekuensi dari dua kesimpulan mereka di atas, mereka meyakini bahwa kanonisasi dan stabilisasi teks Al Qur’an berjalan bersamaan dengan formasi komunitas muslim. Menurut mereka teks Al Qur’an yang final tidak akan dibutuhkan sebelum kekuasaan politik terkontrol secara sepenuhnya. Sehingga pada penghujung abad kedua, terjadi semacam upaya pengumpulan “tradisi oral” dan liturgis yang pada gilirannya pada abad ketiga hijriah muncul mushaf baku Al Qur’an.
Berdasarkan pemaparan Wansbrogh di atas, pada dasarnya ia ingin
menyampaikan bahwa Al Qur’an (mushaf Usmani) pada dasarnya merupakan suatu
kodeks yang sarat dengan kepentingan politik khalifah Usman, yang mana dalam
proses penghimpunannya setelah membuang bagian-bagian yang tidak sesuai dengan
kepentingan mereka dari mushaf-mushaf yang berkembang sebelumnya, mushaf-mushaf
tersebut dihancurkan. Setelah penghancuran mushaf-mushaf tersebut,
ditetapkanlah mushaf Usmani menjadi mushaf tunggal (mushaf tertutup) yang akan
dijadikan pegangan dikalangan umat Islam.
0 komentar:
Posting Komentar