Dalam sejarah perkembangan Ushul Fiqh dikenal tiga aliran yang berbeda. Masing-masing alira memiliki cara pandang yang berbeda dalam menyusun dan membangun teori yang terdapat dalam Ushul Fiqh. Ketiga aliran itu adalah aliran Syafi’iyah atau Mutakallimun, aliran Hanafiyah dan aliran Muta’akhirin.
1. Aliran Syafi’iyah atau sering pula dikenal dengan sebutan aliran Mutakkallimin (ahli kalam). Aliran ini disebut aliran Syafi’iyah karena Imam Syafi’i adalah tokoh pertama yang menyusun Ushul Fiqh dengan menggunakan sistem ini. Setelah ini banyak ulama yang mengikuti sistem yang telah disusun Imam Syafi’i ini sehingga disebut aliran Syafi’iyah.
Aliran ini disebut aliran mutakkalimin karena dalam metode pembahasannya didasarkan pada nazari, falsafah dan mantiq serta tidak terikat pada mazhab tertentu dan mereka yang banyak memakai metode ini berasal dari ulama mutakkalimin (ahli kalam).
Dalam menyusun Ushul Fiqh, aliran ini menetapkan kaidah-kaidah dengan didukung oleh alasan yang kuat, baik berasal dari dalil naqli (Al Quran dan Sunnah) maupun dalil aqli (akal pikiran). Penyusunan kaidah-kaidah ini tidak terikat kepada penyesuaian dengan furu’ . adakalanya kaidah-kaihda yang disusun dalam Ushul Fiqh mereka menguatkan furu’ yang terdapat dalam mazhab mereka dan adakalanya melemahkan furu’ mazhab tersebut.
Aliran Syafi’iyah ini banyak dipakai kalangan Syafi’iyah dan Malikiyah. Namun, ada ulama mazhab Syafi’i menggunakan sistem yang berbeda dengan Ushul Fiqh aliran Syfi’iyah meskipun dalam hal furu’ tetap mengikuti Imam Syafi’i. Misalnya, Imam Al-Amidi (ahli Ushul Fiqh mazhab Syafi’i) dalam kitabnya al-Ihkam menyatakan bahwa ijma sukuti merupakan hujjah dalam menetapkan hukum. Sementara Imam Syafi’i sendiri tidak menggunakan ijma’ sukuti sebagai hujjah.
2. Aliran Hanafiyah yang banyak dianut oleh ulama mazhab Hanafi. Dalam menyusun Ushul Fiqh, aliran ini banyak mempertimbang kan masalah-masalah furu’ yang terdapat dalam mazhab mereka. Tegasnya, mereka menyusun Ushul Fiqh sengaja untuk memperkuat pendapat mazhab yang mereka anut. Oleh sebab itu, sebelum menyusun setiap teori dalam Ushul Fiqh, mereka terlebih dahulu melakukan analisis mendalam terhadp hukum furu’ yang ada dalam mazhab mereka. Sistem yang digunakan aliran ini dapat dipahami karena Ushul Fiqh baru dirumuskan oleh pengikut mazhab Hanafi, setelah Abu Hanifah pendiri mazhab ini meninggal.
Diantara ciri khas aliran Hanafiyah, bahwa kaidah yang disusun dalam Ushul Fiqh mereka semuanya dapat diterapkan. Ini logis karena penyusunan Ushul Fiqh mereka terlebih dahulu disesuaikan dengan hukum furu’ yang terdapat dalam mazhab mereka. Ini tentu berbeda dengan aliran Syafi’iyah atau mutakkalimin yang tidak berpedoman pada hukum furu’ dalam menyusun Ushul Fiqh mereka. Konsekwensinya, tidak jarang terjadi pertentangan antara Ushul Fiqh Syafi’iyah dengan hukum furu’ dan kadangkala kaidah yang disusun aliran ini sulit diterapkan.
3. Aliran Muta’akhirin adalah aliran yang menggabungkan kedua sistem yang dipakai dalam menyusun Ushul Fiqh oleh aliran Syafi’iyah dan Hanafiyah. Ulama-ulama muta’akhirin melakukan tahqiq terhadap kaidah-kaidah ushulitah yang dirumuskan kedua aliran tersebut, lalu mereka meletakkan dalil-dalil dan argumentasi untuk pendukunya serta menerapkan pada furu’ fiqhiyah.
Pada ulama yang menggunakan aliran muta’akhirin ini berasal dari kalangan Syafi’yah dan Hanafiyah. Aliran ini muncul setalah aliran Syafi’iyah dan Hanafiyah sehingga disebut sebagai aliran muta’akhirin.
Selasa, 30 November 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
Hopefully this article may be useful to the public a whole is, as well as the the author himself
Posting Komentar