Selasa, 30 November 2010

Sumber Hukum Islam

Al-Qur'an

Al Quran atau sering pula disebut dengan kitabullah merupakan sumber utama ajaran Islam. Di dalamnya berbagai prinsip dan ajaran dasar Islam yang meliputi akidah, syariah dan akhlak. Mengingat pentingnya kedudukan Al Quran dalam Islam, ia menjadi obje kajian utama dan pertama dalam Ushul Fiqh guna menetapkan suatu hukum.
Secara etimologis, kata Al Quran merupakan bentuk masdar yang berasal dari وقرانا, قراءة,يقرأ,قرأ artinya bacaan, berbicara tentang apa yang tertulis padanya, atau melihat dan menalaah. Menurut istilah Ushul Fiqh sebagaimana dikemukakan Abdul Wahab Khallaf, Al Quran adalah :1
كلام الله الذي نزل به الر وح الأمين قلب رسول الله محمد ابن عبج الله بالفاظه العربيه ومعانيه الحقة ليكون حجة للر سول على انه ر سول الله وطستور اللناس يهد اه و قر بة يتعبدون بتلاو ته و هو المدو ن بين د فتي المصحف المبدوء الفا تحة المختوم بسور ة الناس المنقول محفو ظامن اى تغيير ا و تبديل مصد اق قول الله سبحانه و تعالى
Kalam Allah yang diturunkan-Nya dengan perantaraan malaikat Jibril kedalam hati Rasulullah Muhammad ibn Abdullah dengan bahasa Arab dan makna-maknanya benar supaya menjadi bukti bagi Rasul tentang kebenarannya sebagai Rasul, menjadi aturan bagi manusia yang menjadikannya sebagai petunjuk, dipandang beribadah membacanya, dan ia dibukukan di antara dua kulit mushaf, diawali dengan surat al Fatihah dan diakhiri dengan surat An-nad, disampaikan kepada kita seara mutawatir, baik secara tertulis maupun hapalan dari generasi ke genegarai dan terpelihara dari segala perubahan dan penggantian, sejalan dengan kebenaran jaminan Allah Swt.
Dengan menganalisis unsur-unsur setiap defenisi di atas dan membangdingkan antara satu defenisi dengan lainnya, dapat ditarik suatu rumusan mengenai defenisis Al Quran, yaitu :
1. Al Quran berbentuk lafaz. Ini mengandung pengertain bahwa apa yang disampaikan Allah melalui malaikay Jibril kepada Nabi Muhammad saw. Dalam bentuk makna dan dilafazkan oleh Nabi dengan ibaratnya sendiri tidaklah disebut Al Quran.
2. Al Quran itu berbahasa Arab. Ini mengandung arti bahwa Al Quran yang dialihbahasakan kepada bahasa lain atau yang diibaratkan dengan bahasa lain bukanlah Al Quran. Karenanya shalat yang menggunakan terjemahan Al Quran, tidak sah.
3. Al Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Ini mengandung arti bahwa wahyu Allah yang disampaikan kepada Nabi-nabi terdahulu tidaklah disebut Al Quran. Tetapi apa yang dihikayatkan dalam Al Quran tentang kehidupan dan syariat yang berlaki bagi umat terdahulu adalah Al Quran.
4. Al Quran itu dinukilkan secara mutawir. Ini mengandung arti bahwa ayat-ayat yang tidak dinukilkan dalam bentuk mutawir bukanlah Al Quran karenanya ayat-ayat syazzah atau yang tidak mutawir penukilannya tidak dapat dijadikan hujjah dalam istinbat hukum.
Disamping 4 (empat) unsur pokok tersebut, ada beberapa unsur sebagai penjelasan tambahan yang ditemukan dalam sebagian dari beberapa defenisi Al Quran di atas, yakni :
a. Kata-kata “bukti akan kebenaran Rasul”, mengandung arti bahwa kemukjizatan Al Quran sebagai bukti bahwa ia bukan berasal dari buatan manusia tetapi berasal dari Allah. Al Quran adalah mukjizat Nabi Muhammad saw. Sebagai bukti kerasulannya yang di utus untuk menyampaikan risalah kepada ummat manusia.
b. Kata-kata “petunjuk bagi manusia”, menjelaskan bahwa keberadaan Al Quran yang diakui secara mutawatir berasal dari Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad saw. Melalui perantaraan malaikat Jibril menimbulkan keyakinan kuat kepada umat akan kebenaran Al Quran sebagai petunjuk yang diturunkan Allah kepada manusia sehingga pantas dijadikan sumber syariat Islam.
c. Kata-kata “beribadah membacanya”, memberi penjelasan bahwa dengan membaca Al Quran berarti melakukan suatu perbuatan ibadah yang berhak mendapat pahala.
d. Kata-kata “tertulis dalam mushaf”, mengandung arti bahwa apa-apa yang tidak tertulis dalam mushaf walaupun wahyu itu diturunkan kepada Nabi, umpamanya ayat-ayat yang telah di nasakkan, tidak lagi disebut Al Quran.
Dengan demikian dapat dipastikan bahwa seluruh ayat Al Quran dari segi lafaz dan wurudnya adalah qath’i ( meyakinkan) serta tidak ada keraguan didalamnya.

2. Hukum yang terkandung dalam Al Quran
Hukum-hukum yang terdapat dalam Al Quran sebagai petunjuk hidup secara umum dikelompokkan kepada 3 (tiga) macam, yaitu : 2
a. Hukum-hukum yang berhubungan dengan masalah keyakinan atau kaidah, seperti : masalah tauhid (keimanan kepada Allah), masalah kenabian, kitab suci, malaikat, hari kemudian dan takdir serta hal-hal yang berhubungan dengan doktrin akidah. Hukum-hukum ini menjadi lapangan kajian ilmu tauhid atau ushuluddin.
b. Hukum-hukum yang mengatur hubungan antara sesama manusia, mengenai berbagai sifat utama yang harus menjadi perhiasan diri seseorang dan menjauhkan diri dari berbagai sifat yang membawa kepada kehinaan. Hukum-hukum yang terkait dengan hal-hal ini merupakan ruang lingkup kajian ilmu akhlak.
c. Hukum-hukum amaliyah, yaitu ketentuan hukum tentang tingkah laku manusia dalam hubungan dengan Allah dan dalam hubungannya denagn sesama manusia. Hukum-hukum ini dikaji dan dikembangakan dalam disiplin ilmu syari’ah.


Sunnah
1. Pengertian Sunnah
Sunnah (سنة) berasal dari kata سن. Secara etimologis berarti “cara (perilaku) yang dilakukan seseorang, apakah cara itu sesuatu yang baik atau sesuatu yang buruk.” Penggunaan kata sunnah dalam arti ini terlihat dalam sabda Nabi saw :
عن المنذر بن جر ير عن أبيه عت النبي صلى الله عليه وسلم قال من سن في الإسلام سنة فعمل بها بعده كتب له مثل أجر من عمل بها ولاينقص من أ جور هم شى ؤء و من سن فى الاسلام سنة فعمل بها بعده كتب عليه مثل وزرمن عمل بها و لاينقص من أو زارهم شيء
Dari al-Munzir bin Jarir, dari bapaknya, dari nabi saw. Bersabda : “barangsiapa yang melakukan sunnah yang baik dalam Islam ini, maka ia akan mendapat pahalanya dan pahala orang yang menirunya dan sedikitpun tidak dikurangi, dan barangsiapa yang melakukan perilaku (sunnah) yang buruk dalam Islam ini, maka ia akan mendapat dosanya dan dosa orang yang menirunya dan sedikitpun tidak dikurangi. (HR.Muslim)

Istilah sunnah dalam penggunaannya sering identik dengan hadis. Kata hadis secara bahasa berarti baru sebagai lawan dari kata qadim yang berarti lama atau dulu yang menjadi sifat dari kalam Allah (Al Quran), karena hadis sebagai sabda nabi Muhammad saw. Memiliki sifat baru, yakni didahului oleh sifat tidak ada.
Secara istilah pada ahli hadis tidak membedakan antara kedua istilah tersebut. Sunnah atau hadis adalah segala yang berasal dari Nabi saw. Baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapan (taqrir), maupun sifat-sifat beliau. Khusus tentang sifat-sifat Nabi ini baik berbentuk fisik, moral maupun perilaku dan baik sebelum diangkat sebagai Rasul maupun sesudahnya.3
Sementara ahli ushul fiqh membedakan antara sunnah dan hadis. Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi saw, sedangkan hadis adalah perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi saw. Dalam hal ini, mereka tidak menjadikan sifat-sifat nabi sebagai sunnah, melainkan sebagai hadis. Ini jelas berbeda dengan ahli hadis yang menjadikan sifat-sifat Nabi saw. juga sebagai sunnah.
Perbedaan persepsi antara ahli ushul fiqh dan ahli hadis tentang sunnah dan hadis dilatarbelakangi oleh perbedaan mereka memandang hadis sebagai sumber hukum dan moral dalam Islam. Para ahli ushul fiqh, karana tugas mereka mengistinbatkan hukum dari Al Quran dan Sunnah, bagi mereka perkataan, perbuatan dan ketetapan Nabi yang dapat dijadikan sebagia sumber hukum. Sedangkan sifat-sifat Nabi saw. tidak dapat dijadikan sebagai sumber hukum Islam.
Berbeda halnya dengan ahli hadis yang lebih menekankan pada aspek pribadi Nabi saw. yang menjadi simbol pemimpin dan pemberi petunjuk bagi umat karenanya perkataan, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifatnay perlu dijadikan teladan tanpa membedakan apakah dengan hukum dan moral. Dengan demikian, dalam pandangan ahli hadis semua yang berasal dari Nabi saw. menjadi sumber aturan dalam agama Islam.

2. Macam-macam Sunnah
Berdasarkan defenisi sunnah di atas, dipahami bahwa sunnah terdiri dari 3 (tiga) macam, yaitu :
a. Sunnah Qauliyah (السنة القو لية), yaitu ucapan Nabi saw. yang didengar oleh sahabat beliau dan kemudian disampaikan kepada orang lain. Contoh sunnah qauliyah Nabi saw. berikut :
عن عباة بن الصامت أن ر سول الله صلى الله عليه وسلم قضى أن لا ضرر و لاضر ار (رواهابن ماجه)
Dari Ubadah bin Samit : “sesungguhnya Rasulullah saw. menetapkan bahwa tidak boleh melakukan kemudharatan, dan tidak pula boleh membalas kemudharatan dengan kemudharatan”. (HR. Ibnu Majah)
b. Sunnag Fi’iyah (السنة الفعلية), yaitu perbuatan yang dilakukan oleh Nabi saw. Yang dilihat atau diketahui oleh sahabat dan disampaikannya kepada orang lain. Misalnya, tata cara dan rukun shalat lima waktu yang dilakukan Nabi melalui sabdanya :
صلو اكمار ايتمونى اصلي
Shalatlah sebagaimana kamu melihat aku melaksanakan shalat.
c. Sunnah Taqririyah (السنة التقر يرية), yaitu ucapan atau perbuatan sahabat yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi saw. tetapi beliau diam saja dan tidak dicegah oleh beliau atau menunjukkan persetujuannya. Contohnya, dimasa Rasulullah ada dua orang sahabat dalam suatu perjalanan. Ketika akan shalat, mereka tidak menemukan ari didalam perjalanannya, lalu mereka bertayamum dan mengerjakan shalat. Kemudian mereka menemukan air, sedangkan waktu shalat belum habis. Lalu salah seorang di antara keduanya mengulagi shalatnya dan yang lain tidak. Ketika mereka melaporkan hal itu kepada Rasulullah, beliau membenarkan praktek itu. Kepada sahabat yang tidak mengulangi shalatnya, Rasul berkata : Engkau telah melakukan sunnah, dan telah cukup bagimu shalatmu itu”. Lalu, kepada sahabat yang mengulangi shalatnya, Rasul berkata : “Bagimu pahala dua kali lipat.” (HR. Abu Daud dan Nasa’i)


0 komentar:

Posting Komentar