Selasa, 30 November 2010

Qaul Sahabi

1. Pengertian Qaul Sahabi
Dalam pandangan Muhammad Ajjaj Al-Khatib, sahabi atau sahabat adalah setiap orang Islam yang hidup bergaul dengan Nabi saw. dalam waktu yang cukup lama dan menimba ilmu darinya, seperti Abu Bakar, Umar bin Khatab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Aisyah, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit dan Abdullag bin Umar.35 Mereka adalah orang-orang yang berjasa menyampaikan ajaran Islam yang bersumber dari Al Quran dan Sunnah dari Nabi saw. kepada generasi sesudahnya.
Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi pada masa mereka, setelah wafat Nabi saw. banyak sahabat yang tampil memberikan pendapat (fatwa) dalam menjawab berbagai masalah hukum yang muncul. Sebagian ahli ushul fiqh menyebut pendapat sahabat dengan qaul sahabi (perkataan/pendapat sahabat). Sebagian laim menamakannya dengan fatwa sahabi. Sementara itu, banyak pula paa ahli fikih menyebutnya dengan mazhab sahabi.36

2. Kehujatan Qaul Sahabi
Dalam menentukan kehujatan atau kekuatan mazhab sahabi sebagai dalil hukum terkait dengan bentuk dan asal fatwa sahabat. Dalam hal ini, pendapat ahli ushul fiqh tentang bentuk fatwa sahabat dapat dijadikan sebagai tolak ukur menentukan hal itu. Menurut Abdul Karim Zaidan, fatwa atau pendapat sahabat dapat dibagi kepada empat macam, 37yaitu :
1. Fatwa sahabat yang bukan berasal dari hasil ijtihadnya. Para ulama tidak berbeda pendapat dalam menjadikan fatwa sahabat seperti ini sebagai hujah dalam menetapkan hukum bagi generasi sesudahnya. Misalnya, fatwa ibnu Mas’ud tentang batas minimal waktu haid tida hari dan batas minimal mas kawin sebanyak sepuluh dirham. Fatwa-fatwa sahabat seperti ini, diduga kuat bukan hasil ijtihad sahabat, tetapi mereka terima langsung dari Nabi saw.
2. fatwa sahabat yang disepakati secara tegas di kalangan mereka yang dikenal dengan ijma’ sahabat. Fatwa sahabat seperti ini merupakan hujjah dan mengikat bagi generasi sesudahnya.
3. fatwa sahabat secara individu tidak mengikat sahabat yang lain. Oleh sebab itu, tidak jarang para mujtahid di kalangan sahabat berbeda pendapat dalam suatu masalah.
4. fatwa sahabat secara individu yang berasal dari hasil ijtihadnya dan tidak terdapat kesepakatan sahabat tentangnya. Mengenai hal ini terjadi perbedaan pendapat ulama, apakah fatwa tersebut mengikat generasi sesudahnya atau tidak. Dalam meresponi hal seperti ini, setidaknya berkembang beberapa pendapat dikalangan ulama.
Kalangan Hanafiyah, Imam Malik, Syafi’i dan pendapat terkuat dari Ahmad bin Hanbal menetapkan fatwa sahabat yang demikian dijadikan hujjah dan pegangan bagi generasi sesudahnya. Sementara kalangan Mu’tazilah dan Syi’ah berpendirian bahwa fatwa sahabat tidak mengikat bagi generasi sesudah mereka. Oleh karena itu, fatwa sahabi tidak bisa digunakan sebagai hujjah.

0 komentar:

Posting Komentar