1. Pengertian Qiyas
Qiyas secara bahasa, bisa berarti mengukur sesuatu atas sesuatu yang lain dan kemudian menyamakan antara keduanya.10 ada kalangan ulama yang mengartikan qiyas sebagai mengukur dan menyamakan.11
Menurut istilah ushul fiqh, qiyas adalah menghubungkan atau menyamakan hukum sesuatu yang tidak ada ketentuan hukumnya denagn sesuatu yang ada ketentuan hukumnya karena ada persamaan ‘illat antara keduanya.12
Ibn Subki mengemukakan dalam kitab jam’u Jawamii, qiyas adalah :
حمل معلو على معلوم لمسا واته فى علة جكمه عند الحامل
“Menghubungan sesuatu yang diketahui kepada sesuatu yang diketahui karena kesamaan dalam ‘illah hukumnya menurut mujtahid yang menghubungkannya.”
Dengan pengertian yang hampir senada, Abu Zahrah mengemukakan defenisi sebagai berikut :
الحاق امر غير منصو ص على حكمه بأمراخر منصو ص على حكمه للا شتر اك بينهما فى علة الحكم
Menghubungkan sesuatu perkara yang tidak ada nash tentang hukumnya dengan perkara lain yang ada nash hukumnya, karena antara keduanya terdapat kesamaan dalam ‘illat hukumnya.
Dari beberapa defenisi qiyas di atas, diketahui hakikat makna qiyas, yaitu ada dua kasus hukum yang mempunyai ‘illat hukum yang sama. Salah satu dari kasus hukum yang sama ‘illatnya itu telah ada hukumnya dalam nash, sementara kasus lain tidak ditetapkan hukumnya secara tegas oleh nash tertentu. Lalu disamakaan hukum kasus yang tidak ada nash ini dengan kasus hukum yang telah ada nashnya karena ada kesamaan ‘illat antara keduanya.
2. Kedudukan Qiyas sebagai Dalil
Dalam menempatkan qiyas sebagai dalil mengistinbatkan hukum, para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama menerima dan menggunakan qiyas sebagai dalil syar’i pada urutan keempat sesudah Al Quan, sunnah dan Ijma’. Maksudnya qiyas digunakan ketika tidak ditemukan hukum tentang suatu peristiwa dalam Al Quran, Sunnah dan Ijma’, sementara peristiwa itu memiliki ‘illat yang sama dengan kasus yang telah ditetapkan dalam Al Quran, Sunnah dan ijma’. Namun ulama Zahiriyan dan Syi’ah memandang qiyas bukan sebagai hujjah dalam menetapkan hukum.13
Adapun alasan Jumhur Ulama menetapkan qiyas sebagai sumber hukum Islam adalah sebagai berikut :
1. Banyak ayat Al Quran yang dapat dijadikan sebagai dasar perintah melakukan qiyas. Misalnya, firman Allah dalam surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya :
Ayat di atas memerintahkan kepada orang-orang beriman ketika mereka berselisih pendapat tentang suatu persoalan agar mengembalikannya kepada Allah dan Rasul-Nya atau kepada Al Quran dan Sunnah. Hal ini berarti perintah untuk mengikuti qiyas ketika terjadi perbedaan pendapat tentang suatu masalah.
Perintah mengambil i’tibar (pelajaran) yang terdapat pada ayat ini setelah Allah menceritakan tentang kisah Bani Nadhir, berarti perintah untuk melakukan qiyas. Dalam hal ini perintah menqiyaskan atau memperbandingkan diri kita kepada mereka karena sama-sama berstatus manusia.
2. Banyak hadis yang mengisyaratkan untuk melakukan qiyas dalam menetapkan hukum yang tidak ditemukan dasarnya secara langsung dalam Al Quran dan Sunnah, di antaranya hadis berikut:
ان الر سول الله صلى الله عليه و سلم معاذ إلى اليمن كيف تقضي بما في كتاب الله قال فإل لم يكن في كتاب الله قر فمسنة رسو ل الله صلى الله عليه و سلم قال فان لم يكن في سنة ر سول الله عليه وسلم قال أجتهد ر أيى قال الحمد لله الذي فق ر سول الله صلى الله عليه و سلم
Bahwa Rasullah saw. Mengutus Mu’az ke Yaman sebagai qadhi. Rasul bertanya kepadanya, bagaimana kamu memutuskan apabila dihadapkan kepadamu suatu masalah hukum? Muaz menjawab, aku memutuskannya dengan Kitabullah. Rasul bertanya lagi : Bagaimana caranya apabila kamu tidak menemukan jawaban dalam Kitabullah? Muaz menjawab, aku putuskan berdasarkan Sunnah Rasullulah saw. Bagaimana apabila dalam sunnah Rasulullah saw. juga tidak ada jawabannya? Muaz menjawab, aku akan melakukan ijtihad untuk menetapkan hukumnya. Mendengar jawaban itu Rasulullah saw. Berkata : “segala puji bagi Allah yang telah membimbing utusan Rasulullah saw.”
Dari hadis ini diketahui bahwa Nabi saw. Membenarkan tindakan Muaz untuk melakukan ijtihad ketika suatu masalah tidak ditemukan hukumnya dalam Al-Quran dan Sunnah. Ijtihad merupakan pengerahan segala kemampuan untuk mengistinbatkan hukum. Di antara metode yang digunakan dalam ijtihad adalah qiyas.
3. Perbuatan para sahabat Nabi saw. banyak menggunakan qiyas untuk menetapkan berbagai peristiwa hukum yang tidak ada nashnya. Mereka mengqiyaskan persoalan baru tersebut dengan persoalan yang telah ada hukumnya dalam nash. Misalnya, meng qiyaskan kedudukan khalifah dengan menjadi Imam dalam shalat. Berdasarkan hal ini mereka membai’at Abu Bakar sebagai khalifah Islam yang pertama dengan alasan selama Rasulullah meridhai Abu Bakar sebagai imam shalat, bagaimana mungkin para sahabat tidak menyetujuinya sebagai imam/pemimpin urusan dunia.
4. Secara logika, bahwa Allah mensyariatkan hukum untuk kemaslahatan manusia dan hal ini merupakan tujuan utama syariat Islam. Karena itu, jika ada ‘illat hukum suatu peristiwa memiliki kesamaan dengan peristiwa yang terdapat disamkan pula demi mewujudkan kemaslahatan ummat yang diinginkan Islam. Selain itu peristiwa dan persoalan yang dihadapi manusia terus berkembang dan peristiwa itu memerlukan kepastian hukum, sementara nash Al-Quran dan Sunnah terbatas jumlahnya dan telah berakhir masa turunnya, maka untuk mengatasi hal ini, qiyas merupakan suatu metode yang mampu menjawab dan menetapkan hukum terhadap berbagai persoalan yang baru muncul tersebut.
Sedangkan kalangan yang menolak qiyas juga mengemukakan beberapa alasan untuk memperkuat alasan mereka, di antaranya :
1. Qiyas dibangun atas dasar zhanni atau praduga semata. Hal ini nampak ketika menetapkan ‘illat hukum yang terdapat pada suatu nash. Sesuatu yang dibangun atas dasar zhanni, maka akan menghasilkan yang zhanni pula. Padahal dalam surat Al-isra’ ayat 36, Allah melarang umat Islam untuk mengikuti sesuatu yang dilandasri dengan zann atau praduga.
2. Qiyas ditetapkan dengan perbedaan pandangan para mujtahid dalam menentukan ‘illat hukum sehingga menyebabkan terjadi perbedaan pendapat dalam berbagai masalah hukum. Sementara Allah yang Maha Bijaksana tidak membuat antara hukum-hukumnya saling bertentangan.
3. Rukun Qiyas
Sebagai dalil istinbat hukum, ada 4 rukun yang harus terwujud dalam Qiyas, yaitu ashl, hukum ashl, furu’ dan ‘illat.
0 komentar:
Posting Komentar