Selasa, 30 November 2010

Hakikat Manusia

1. Pengertian Hakikat Manusia

Secara bahasa manusia berasal dari kata "manu" (Sansekerta), "mens" (Latin), yang berarti berpikir, berakal budi atau makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhtuk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan dau realitas, sebuah kelompok (genus) atau seorang individu.
Hakekat manusia adalah sebagai berikut :
  • Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
  • Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial. yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan nasibnya.
  • Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
  • Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam usaha untk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat dunia lebih baik untuk di tempati.
  • Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudannya merupakan Ketakderdugaan dengan potensi yang tak terbatas.
  • Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang mengandungkemingkinan baik dan jahat.
  • Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan terutama lingkungan sosial, bahkan ia tidak berkemang sesuai dengan martabat kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.

2. Beberapa Pandangan Tentang Manusia
a. Manusia Sebagai Mahkluk Yang Berpikir
Berpikir adalah manggunakan akal budi dalam berbuat dan memutuskan sesuatu yang akan dilakukan. Mungkin ini pulalah yang tertang dalam proses pembentukan tubuh manusia yang menempatkan kepala pada posisi paling atas dibanding hati. Kepala sebagai tempat bersemanyam otak yang diyakini sebagai pencetus akal pikiran manusia, sedangkan hati sebagai penguak perasaan kemanusiaan. Tuhan membekali kita hati, sehingga proses berpikir kita tidak sama dengan proses berpikir mesin atau komputer. Contoh aktual tentang hal ini adalah saat pelaksanaan UN. Nilai yang dihasilakn oleh komputer sebagai pemeriksa ujian siswa penentu dari lulus atau tidaknya seorang siswa. Hal ini tentu saja tidak dapat kita terima sebagai mahkluk yang berpikir dan mempunyai kemanusiaan. Tanpa menilai hasil kerja siswa selama tiga tahun terakhir, tanpa menilai kondisi siswa saaa mengerjakan tes, tanpa menilai lingkungan, dan tanpa menilai yang lainnya, UN dengan “congkaknya” menjadi penentu kelulusan siswa yang sama sekali tak dikenalnya.

b. Manusia Sebagai Makhluk Berbuat
Setiap manusia diciptakan untuk berbuat dan memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Dalam hal ini berbuat yang diharapkan adalah melakukan tidakkan untuk kebaikan hidupnya.
Semua sifat kreatif manusia itu dari rasa ingin tahu, dan kemudian di lanjutkan melalui berbagai macam upaya, cara, metode, pemikiran, eksprimen, dan lain sebagainya, agar bisa mendapatkan sebuah pijakan dasar sebelum memulai pelajaran mewujudkan kreatifitas tersebut menjadi wujud atau bentuk nyata di dalam kehidupan ini.
Menusia selalu hidup dengan keinginan-keinginan yang terua menucul setelah keinginan satu terpenuhi, akan muncul keinginan berikutnya, dan seuanya seperti sebuah tuntutan hidup, yang akan memaksa manusia utuk menjadi lebi kreatif dalam mewujudkan secara baik, maka manusia harus mempu menghapus keraguan dan ketidakyakinan dari hati dan pikiran.
c. Manusia Sebagai Makhluk Yang Dapat Dididik
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 31 (1) yang berisi : “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran” . Berdasarkan Undang-Undang tersebut maka pendidikan diharapkan dapat meriubah tingkah laku seseorang dari yang tidak tahu menjadi tahu, memiliki wawasan yang lebih luas sehingga dapat menjadi manusia ang ilmiah.
Dasar-dasar pendidikan manusia, yaitu :
a. Dasar biologis : fakta biologi menunjukkan bahwa anak manusia ketika baru dilahirkan dalam keadaan tidak berdaya tetapi mempunyai potensi untuk tumbuh dan berkembang karena :
• Kemampuan anak bersifat fleksibel
• Anak manusia mempunyai otak yang besar dan berpermukaan luas.
• Mepunyai pusat syarat yang berfungsi untuk menerima pengaruh dari luar darinya sehingga dapat terjadi proses belajar.
b. Dasar psikologi dan sosial
• Anak manusia ketika dilahirkan membawa bermacam-macam kemapuan potensi, yang membutuhkan stimuli dari lingkungan.
• Manusia merupakan makhluk secara bersama dipelukan oleh-manusia. Dan dalam kehidupan bersama ini ada proses saling mempengaruhi.

d. Manusia Sebagai Makhluk Berkawan
Manusia sejak awal lahirnya adalah sebagai makhluk sosial (ditengah keluarganya). Makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan. Menurut kodrat alam, manusia di mana-mana dan di zaman apapun selalu hidup bersama, hidup berkelompok-kelompok. Sekurang-kurangnya hidup berkelompok itu terdiri dari satu suami dan satu istri ataupun ibu dan bayinya.
Aristoteles (384-322 sebelum masehi), seorang ahli fikir Yunani menyatakan dalam ajarannya, bahwa manusia adalah zoon politicon, artinya pada dasarnya manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat. Dari sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagi makhluk sosial.

3. Eksistensi Manusia
a. Manusia sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dasri kata lain Individu yang artiya tidak terbagi individu bukan berarti manusia sebagai sauatu keseluruhan yang tidak dapat di bagi, malainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan.
Setiap insan yang dilahirkan tentunya mempunyai pribadi yag berbeda untuk menjadi dirinya sendiri, sekalipun anak kembar. Itulah uniknya manusia. Karena dengan adanya indivulitas item setiap orang memiliki kehendak, perasaan, cita-cita, kecenderungan, semangat, daya tahan yang berbeda. Menurut Oxendine dalam (Tim Dosen TEP, 2005) bahwa perbedaan individualitas setiap insan nampak secara khusus pada aspek sebagai berikut :
1. Perbedaan fisik : usia, tingkat dan berta badan, jenis kelamin, pendengaran,penglihatan, kemampuan bertindak.
2. Perbedaan sosial : status ekonomi, agama, hubungan keluarga, suku,
3. Perbedaan keperibadian : watak, motif, minat dan sikap.
4. Perbedaan kecakapan atau kepandaian.
Individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dlaam lingkunag sosialnya, malainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya. Terdapat tiga aspek yang melekat sebagai persepsi terhadap individu, yaitu aspek organik jasmaniah, aspek psikis-rohaniah,d an aspek-sosial yang bila terjadi goncangan pada suatu aspek akan membawa akibat pada aspek yanglainnya. Individu dalam tingkah laku menurut pola pribadinya ada 3 kemungkinan : pertama menyimpang dari norma kelektif kehilangan individualitas, kedua takluk terhadap kolektif, dan ketiga memengaruhi masyarakat (Hartomo, 2004 : 64).
Individu tidaka akan jelas identitasnya tanpa adanya suatu masayarakat yang menjadi latar belakang keberadaannya. Individu berusaha mengambil jarak dan memproses dirinya untuk membentuk perilakunya yang selaras dengan keadaan dan kebiasaan yang sesuai perilaku yang telah ada pada dirinya.
Manusia sebagai individu selalu berada di tengah-tengah kelompok individu yang sekaligus mematangkannya untuk menjadi pribadi yang prosesnya memerlukan lingkungan yang dapat membentuk pribadinya. Namun tidak semua lingkungan menjadi faktor pendukung pembentukan pribadi tetapi ada kalanya menjadi penghambat proses pembentukan pribadi.

b. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Menuasi tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.
Manifestasi manusia sebagai makhluk sosial, nampak pada kenyataan bahwa tidak pernah ada manusia yang mampu menjalani kehidupan ini tanpa bantuan orang lain. Kesadaran manusia makhluk sosial, justru memberikan rasa tanggungjawab untuk mengayomi individu yang jauh lebih “lemah” dari paa wujud sosial yang “besar” dan “kuat”. Kehidupan sosial, kebersamaan, baik itu non formal (masyarakat) maupun dalam bentuk-bentuk formal (institusi, negara).
Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya manusia tentang status dan posisi diriya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan.
Malalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara perkembangan aspek individu, sosial dan religi, agar menjadi menuasi yang bisa menjalani kehidupan bersama.

c. Manusia Sebagai Makhluk Susila
Susila bersal sari kata su dan sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Menurut bahasa ilmiah sering digunakan istilah etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan Kebaikan). Jadi kesusilaan selalu berhubungan dengan nilai-nilai. Pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta melaksanakannya sehingga di katakan manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut dalam perbuatan. (Dirjakara, 1978, 36-39). Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemulian dan sebagainya, sehingga dapat di yakini dan di jadikan pedoman dalam hidup.
Hubungan dan kebersamaan denga sesama manusia, manusia dapat hidup dan berkembang sebagi manusia. Manusia betindak, tidak sembarang bertindak, melainkan mereka dapat mempertimbangkan, merancang, dan mengarahkan tindakannya. Persoalan mengenai ,asalah apakah tindakannya baik dan tindakan tidak baik, adalah persoalan tentang nilai, persoalan norma, persoalan moral atau susila. Peran pendidikan disini membantu mengarahkan perbuatan anak dalam kehidupannya di masa mendatang. Dengan pendidikan pula sikap untuk berbuat dan mau berbuat selaras dengan nilai, atau berbuat selaras dengan apa yang seharusnya diperbuat. Perbuatan yang selaras dengan nilai itulah yang menjadi inti dari perbuatan yang bertanggung jawab.
Kodrat manusia sebagai makhluk susila dapat hidup aktif-kreatif, sadar diri dan sadar lingkungan kebiasaan atau latihan namun juga memerlukan motivasi dan pembinaan kata hati atau hati nurani yang kelak akan membentuk suatu keputusan. Oleh karena itu pendidikan harus mampu menciptakan manusia susila, dengan mengusahakan peserta didik menjadi manusia pendukung norma, kaidah, dan nilai-nilai susila dan sosial dan sosial yang dijunjung tinggi oleh masyarakatnya.

d. Manusia Sebagai Makhluk Beragama
Manusia adalah makhluk beragama, dalam arti bahwa mereka percaya dan atau menyembah Tuhan, melakukan ritual (ibadah) atau upacara – upacara. Suatu fenomena bahwa manusia menyembah, berdoa, menyesali diri dan minta ampun kepada sesuatu yang ghaib, walaupun kemudia ada yang menjadi agnostic (tidak mau tahu akan adanya Tuhan) atau atheis (mengingkari adanya Tuhan). Mereka cenderung untuk mengganti Tuhan yang bersifat pribadai seperti negara, ras, proses alam, pengabdian total untuk mencari kebenaran atau ideal – ideal yang lain.
Hubungan pribadi manusia dengan Tuhan lebih bersifat trasendental, karena hubungan ini lebih banyak melibatkan rohai pribadai amnusia yang bersifat perorangan. Dengan adanya agama maka manusia mulai menganutnya. Beragama merupakan kebutuhan manusia karena manusia adalah makhluk yang lemah sehingga memerlukan tempat bertopang, Manusia memerlukan agama demi keselamatan hidupnya. Manusia dapat menghayati agama melalui proses pendidikan agama, penanaman sikap dan kebiasaan dalam beragama dimulai sedini mungkin, meskipun masih berbatas pada latihan kebiasaan (habit formation). Tetapi sebagai pengembangan pengkajian lebih lanjut tentunya tidak dapat diserahkan hanya kepada satu pihak sekolah saja atau orang tua saja melainkan keduanya harus berperan. Oleh karena itu dimasukkannya kurikulum pendidikan agama di sekolah – sekolah.
Tugas pendidikan yaitu membina pribadi manusia untuk mengerti, memahami, menghayati, dan mengamalkan aspek – aspek religi dalam menjalani kehidupan sehari – hari. Selaras dengan pandangan manusia sebagai makhluk beragama, maka menggali nilai – nilai yang melandasi pendidikan itu hendaknya memperhatikan nilai – nilai bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa dengan menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat.

4. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Indiovidu, Sosial, Susila dan Religius Dalam Bingkai Pendidikan
a. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Individu
Sebagai makhluk individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau kelompok, manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi di antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Kesadaran diri tersebut meliputi kesadaran diri diantara realita, self – respect, self narcisme, egoisme, maartabat kepribadian, perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain, khususnya kesadaran akan potensi – potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self – realisation.
Sebagai makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif belaka. Manusia yang biasa dikenal dengan homo sapiens memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan berlaku bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan potensi – potensi yang ada didalam dirinya seperti, karya, cipta, dan karsa. Dengan pengembangan potensi – pontensi yang ada, manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya yaitu makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.
Perkembangan manusia secara perorangan pun melalui tahap – tahap yang memakan waktu puluhan atau bahkan belasan tahun untuk menjadi dewasa. Upaya pendidikan dalam menjadikan manusia semakin berkembang. Perkembangan keindividualan memungkinkan seseorang untuk mengembangkan setiap potensi yang ada pada dirinya sacara optimal.
Sebagai mahkluk individu manusia mempunyai suatu potensi yang akan berkembang jika disertai depan pendidikan. Melalui pendidikan, manusia dapat menggali dan mengoptimalkan segala potensi yang ada pada dirinya Melalui pendidikan pula manusia dapat mengembangkan ide – ide yang ada dalam pikirannya dan menerapkannya dalam kehidupannya sehari-hari yang dapat meningkatkn kualitas hidup manusia itu sendiri.

b. Pengembangan Manusia sebagai Makhluk Sosial
Di dalam kehidupannya, manusia tidak hidup dalam kesendirian. Manusia memiliki keinginan unhrk bersosialisasi dengan sesamanya ini merupakan salah satu kodrat manusia adalah selalu ingin berhubungan dengan manusia lain. Hal ini menunjukkan kondisi yang interdependensi. Di dalam kehidupan manusia selanjutnya ia selalu hidup sebagai yang suatu kesatuan hidup, warga masyarakat dan warga negative. Hidup dalam hubungan antaraksi dan interdependensi itu mengandung konsekuensi-konsekuensi sosial bik dalam arti positif maupun negatif. Keadaan positif dan negatif ini adalah perwujudan dari nilai-nilai sekaligus watak manusia bahkan perrtentangan yang diakibatkan oleh interaksi antar individu. Tiap – tiap pribadi harus rela mengorbankan hak – hak pribadi demi kepentingan bersama dalam rangka ini dikembangkanlah perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan. Pada zaman modern seperti saat ini manusia memerlukan pakaian yang tidak mungkin dibuat sendiri. Manusia membutuhkan manusia yang lain untuk memperoleh pakaian yang sesuai.
Dalam berhubunga dan berinteraksi, manusia memiliki sifat yang khas yang dapat menjadikannya lebih baik. Kegiatan mendidik merupakan salah satu sifat yang khas yang dimiliki oleh manusia. Imanuel Kant mengatakan, “manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan”. Jadi jika manusia tidak dididik maka ia tidak akan menjadi manusia dalam arti yang sebenarnya. Hal ini telah terkenal luas dan dibenarkan oleh hasil penelitian terhadap anak terlantar. Hal tersebut memberi penekanan bahwa pendidikan memberikan kontribusi bagi pembentukan pribadi seseorang.
Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosial berarti bahwa disamping manusia hidup bersama demi memenuhi kebutuhan jasmaniah, manusia juga hidup bersama dalam memenuhi kebutuhan rohani.

c. Pengembangan Manusia sebagai Makhluk Sosial
Aspek kehidupan susila adalah aspek ketiga setelah aspek individu dan sosial. Manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan yang buruk karena hanya manusia yang dapat menghayati norma – norma dalam kehidupannya.
Dalam proses antar hubungan dan interaksi itu, tiap – tiap pribadi membawa identitas dan kepribadian masing – masing. Oleh karena itu, keadaan yang cukup bermacam – macam akan terjadi berbagai konsekuensi tindakan – tindakan masing – masing pribadi.
Kehidupan manusia yang tidak dapat lepas dari orang lain, membuat orang harus memiliki aturan – aturan norma. Aturan – aturan tersebut dibuat untuk menjadikan manusia menjadi lebih beradab. Manusia akan lebih menghargai nilai – nilai moral yang akan membawa mereka menjadi lebih baik.
Selain aturan – aturan norma, manusia juga memerlukan pendidikan yang dapat digunakan sebagai sarana mencapai kemakmuran dan kenyamanan hidup. Pendidikan dapat menjadikan manusia seutuhnya. Dengan pendidikan, manusia dapat mengerti dan memahami makna hidup dan penerapannya.
Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia yang bersusila, karena hanya dengan pendidikan kita dapat memanusiakan manusia. Melalui pendidikan pula manusia dapat menjadi lebih baik daripada keadaan sebelumnya. Dengan pendidikan ini, manusia juga dapat melaksanakan dengan baik norma – norma yang ada dalam suatu masyarakat. Manusia akan mematuhi norma – norma yang ada dalam masyarakat jika diberikan pendidikan yang tepat.
Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada tepat tidaknya suatu pendidikan mendiri seorang manusia mentaati norma, nilai dan kaidah masyarakat. Jika tidak maka manusia akan melakukan penyimpangan terhadap norma – norma yang telah disepakati bersama oleh masyarakat.

d. Pengembangan Manusia Sebagai Makhluk Religius
Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Kuasa di muka bumi ini sebagai makhluk yang paling sempurna dibandingkan dengan makhluk ini. Melalui kesempurnaannya itu manusia bisa berpikir, bertindak, berusaha, dan bisa menentukan mana yang benar dan baik. Disisi lain, manusia meyakini bahwa dia memiliki keterbatasan dan kekurangan. Mereka yakin ada kekuatan lain, yaitu Tuhan Sang Pencipta Alam Semesta. Oleh sebab itu, sudah menjadi fitrah manusia jika manusia mempercayai adanya Sang Maha Pencipta yang mengatur seluruh sistem kehidupan di muka bumi.
Dalam kehidupannya, manusia tidak bisa meninggalkan unsur Ketuhanan. Manusia selalu ingin mencari sesuatu yang sempurna. Dan sesuatu yang sempurna tersebut adalah Tuhan. Hal itu merupakan fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan untuk beribadah kepada Tuhannya.
Oleh karena fitrah manusia yang diciptakan dengan tujuan beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa, untuk beribadah kepada Tuhan pun diperlukan suatu ilmu. Ilmu tersebut diperoleh melalui pendidikan. Dengan pendidikan, manusia dapat siapa Tuhannya. Dengan pendidikan pula manusia dapat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Melalui sebuah pendidikan yang tepat, manusia akan menjadi makhluk yang dapat mengerti bagaimana seharus yang dilakukan sebagai seorang makhluk Tuhan. Manusia dapat mengembangkan pola pikirnya untuk dapat mempelahari tanda – tanda kebesaran Tuhan baik yang tersirat ataupun dengan jelas tersurat dalam lingkungan sehari – hari.
Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam setiap sisinya, baik dari sisi individu, susila, sosial, maupun religius. Keutuhan dari setiap sisi tersebut dapat menjadikan manusia menjadi makhluk yang lebih tinggi derajatnay dibandingkan dengan makhluk – makhluk Tuhan yang lain.



0 komentar:

Posting Komentar