Selasa, 16 November 2010

Pengendalian Hama dan Penyakit pada Pertanian

PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TERPADU DALAM MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK

          Kerugian akibat serangan hama terhadap tanaman pertanian relatif cukup besar. Beberapa peristiwa serangan hama yang cukup besar dan merugikan dapat kita catat dalam sejarah pembangunan pertanian di Indonesia. Itensitas kerugian akibat serangan hama terjadi cukup nyata, terutam dilahan pertanian Intensif.
Sebagai konsenkuensi penggunaan yang berlebihan, menyebabkan timbulnya masalah lingkingan, termasuk ketahanan hama terhadap pestisida,resurgensi serangan dan organisme pengguna tumbuhan ( OPT ) dan bukan OPT, kemtian serangan yang menguntungkan seperti Tawon madu,s erangga penyerbuk, parasitoid, predator, dan lain-lain redisu pestisida dalam bahan makanan, pakan ternak, dan masih banyak lagi.
Mempertimbangkan masalah ini, maka mulai timbul kekhawatiaran dunia tentang toksitasi pestisida kimia, dan kebutuhan untuk lebih meningkatkan metode pengendalian yang bersifat Non- kimia dalam kerangka pengendalian hama terpadu. Konservasi dan usaha meningkatkan bahan pengendali hayati merupakan strategi yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan hama. Cukup banyak bahan yang tersedia untuk di kembangkan sebagai pestisida hayati. Bahanm-bahan tersebut aman terhadap lingkungan dan kompatibel dengan teknik PHT, dan banyak diantaranya yang mudah diproduksi dan digunakan.


1. Salah Pestisida
Dalam dekade terakhir ternyata telah terjadi kenaikan yaqng cukup drastis pengguna pestisida di Indonesia. Insektisida yang digunakan mencapai 70% dari total pestisida di Indonesia. Jenis-jenis tanaman yang tercatat bmyak menggunakan pestisida adalah padi, kedelai, sayuran, buah-buahan, dan tanaman perkebunan. Masalah polusi pestisida pada umumnya berasosiasi dengan tanaman tersebut di atas.
Tidak adanya pengawasan dan peraturan yang tegas penggunaan pestisida yang berlebihan, akan menimbulkan masalah yang sangat rumit dalam usaha menuaggilangi masalah usaha. Lebih dari 400 jenis hama dan serangan ham yang tidak resisten terhadap satu atau beberapa jenis pestisida. Laporan terbaru menunjukkan makin berkembangnya ketahanan satu jenis hama terhadap pestisida tertentu yang sebelumnya dilaporkan terhadap senyawa yang lain. Paling tidak jenis hama yang penting telah berkembang menjadi hama resisten terhadap salah satu pestisida. Residu pestisida pada beberap komponen lingkungan menimbulkan bahaya bagi kehidupan ikan dan mikro organisme yang hidup dalam tanah. Beberapa residu insektida terdeteksi dalam jumlah berlebihan dalam beberapa jenis bahan pangan, sayuran, buah-buahan, daging, ikan, dll. Dapat di tambahkan beberapa inteksida ternyata juga mematikan cukup banyak serangan bukan OPT, sehingga kemungkinan akan menimbulkan ledakan hama sekunder dan resugensi hama.
Banyak negara industri yang membuat peraturan yang cukup menekan untuk menekan penggunaan pestisida, dan mulai mulai mengembangkan pengelolaan hama alternatif seperti terlihat dengan makin menurunnya penggunaan pestisida. Sebagai konsekuensi kebijakan ini, kontaminsi dalam makanan menunjukkan penurunan. Pemerintah dengan kebijakan bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian No. 881 dan 771 tanggal 22 Agustus 1996 menerbitkan penataan Batas Maksimal Residu (BMR) pestisida pada hasil pertanian. Batas maksimal Residu diperlakukan pada 218 jenis pestisida yang beredar di Indonesia. Dalam pelaksanannya dilapangan cukup bnyak kasus yang sama sekali tidak tersentuh keputusan bersama yang telah dibuat. Pestisida merupakan masukan teknologi yang dianggap tidak dapat tergantikan pada situasi mempertahankan swasembada pangan- meskipun peraturan yang dibuat sudah cukup baik,termasuk pelarangan penggunaan 57 jenis pestisida pada tahun 1986 untuk tanaman padi.
Usaha pemerintah untuk menerbitkan Keputusan bersama tentang BMR relatif terlambat karena negara lain mulai melaksanakan pemantauan dan pengawasan BMR secara terprogram sejak tahun tujuh puluhan. Sebagai contoh negara Swedia, melalui Bdan Pangan Nasional (NFN) telah melaksanakan pemantauan residu pestisida pada sayuran dan buah sejak tahun 1972 (anderson dan Helquist, 1996 ).
Untuk memenuhi pangan generasi mendatang tanpa menimbulkan kerusakan sumber daya yang menopang produktivitas tanaman, maka pertanian harus menguntungkan secara ekonomi berkelanjutan menurut pertimbangan lingkungan. Melalui pertanian organik berkelanjutan produksi kimia dan pestisida dalam skenario produksi pertanian. Isu yang penting adalah bagaimana caranya memperoleh produktivitas yang cukup melalui pengelolaan gisi/nutrisi terpadu (PGT) dan pengelolaan terpadu (PHT) secara terpadu dengan memanfaatkan sumber daya lokal, untuk mencapai produksi berkelanjutan.

2. Pengendalian Hayati
Pengendalian hayati mulai diperhatikan secara ilmiah sebagai salah satu disiplin ilmu pada akhir abad XIX. Keberhasilan yang pertama kali dilakukan adalah mengendalikan hama utama petamnana kapas di California dengan menggunaka predator coccinelli (Rodalia cardinalis). Mulai saat ini pengendalian hayati yang memerlukan waktu yang cukup panjang. Istilah pengendalian hayati yang pertama kali dikemukakan oleh Smith (1919) yang memperkenalkan musuh alami dalam mengendalikan hama. Sejak saat itu lingkup pengendalian hayati berkembang menjadi pengendalian terpadu yang serba cukup, dengan melibatkan peranan musuh alami dalam mengatur populasi hama, sehingga pada saat ini populasi hayati dapat dikembangkan dalam kerngka PHT.

3. Lingkup Pengendalian Hayati
Dalam pengendalian hayati, kehidupan hama ditekan oleh musuh alami,seperti : burung, semut, bakteri,virus, atau tanaman ( tanaman penutup tanah untuk membasmi gulma). Dsalam siitem usaha tani trdisional, struktur dan praktek yang dilaksanakan yang cukup mampu meningkatkan pengendalian hama secara biologi, meskipun petani tidak menyadarinya. Berdasarkan hasil penelitian yang terbaru tentang ekologi hama, usaha dilaksanakan untuk mengembangkan musuh alami dalam mengendalikan hama.
Meskipun pengendalian hayati bersifat murah, efisien, selektif dan berwawasan lingkungan, namun masih banyak kita jumpai kelemahannya. Seperti hal nya pengendalian secara kimia, pengendalian hayati sangat sensitif terhadap faktor lingkungan. Beberapa faktor penting yang perlu diperhatikan untuk mendukung keberhasilan pengendalian hayati adalah iklim, jenis tanaman dan ukuran petak pertanaman.
Teknologi pengendalian hayati dapat diadopsi langsung oleh petani tanpa harus tergantung pada bantuan dari luar usaha tani. Bermacam-macam agroekosistem sangat sesuai dan mengutungkan kehidupan beberapa musuh alami. Keragaman ini ditentukan oleh pertanaman campuran yang menyebabkan jenis gulma tertentu tumbuh, penanaman yang menyisakan bagian tepi petak jenis gulma tertentu tumbuh, penanaman yang menyisakan bagian tepi petak ditumbuhi vegetasi liar, tanaman penutup tanah, mulsa dan pengomposan (musuh alam yang hidup di dalam tanah).
Pengendalian hayati yang bersifat spesifik adalah penggunaan bakteri, fungsi, protozoa, dan virus. Bahan-bahan ini dicampur/dilarutkan dengan air atau pelarut lainnya, kemudian dapat digunakan lansung seperti pestisida kimia. Kelebihan pestisida mikroba daripada pestisida kimia, adalah pengaruhnya bersifat selektif, tidak merusak mikroorganisme yang bermanfaat bagi manusia, ketahanan terhadap bahan ini relatif kecil. Akan tetapi, penggunaannya harus sesering mungkin, karena bahan-bahan aktif yang dikandung mudah mengalami peruraian.
Pada saat ini pengendalian hayati telah berkembang dari penggunaan serangga entomofagus ke penggunaan seluruh jenis organisme untuk mengendalikan serangga dan OPT, dengan demikian cukup banyak jenis organisme dan beberapa produk organi yang dapat digunakan sebagai bahan pengendali hayati.
Suatu hal yang cukup gayut untuk dibahas dalam pengendalian hayati adalah penggunaan beberapa jenis patogen seperti virus, bakteri dan fungsi, memanfaatkan Bt (Bacillus Thuringiensis) dan NPV sebagai pestisida mikrobia. Pengendalian hayati merupakan komponen sentral untuk meningkatkan produksi pertanian.
Di sampng mengembangkan varietas yang toleran dan tahan terhadap serangan hama, cara-cara budidaya, pengembangan musuh alami, menyiapkan mangsa lain dan inang, pemanfaatan perilaku serangga serta bahan kimia pemikat/feromon yang mempunyai banyak kelebihan dalam mengendalikan hama, termasuk juga pemanfaatan hormon serangga sebagai pestisida generasi ketiga.

4. Kepentingan dan Permasalahan
Kelebihan insektisida hayati adalah kemampuannya yang tinggi dalam mengendalikan hama tetapi harga murah, bebas dari bahan yang dapat meracuni manusia maupun tanaman itu sendiri. Kelebihan lain yang cukup penting adalah kemampuan dari agensia pengendali hayati yang berkembang secara cepat dan mencari inangnya serta bertahan pada kerapatan yang rendah.
Ketahanan hama terhadap parasit belum sepenuhnya diketahui. Akan tetapi, salah satu pembatas adalah keberadaan populasi inang yang secara terus menerus dijumpai pada aras yang ditentukan oleh sifat dari inang, musuh alami dan habitatnya. Apabila populasi berada pada aras yang merugikan ditinjau dari gatra ekonomi setelah diketahui musuh alaminya, maka populasinya harus ditekan

5. Pemilihan Tanaman Yang Cocok
Beberapa jenis tanaman pertanian dan perkebunan, seperti : padi, kedelai, sayuran dataran tinggi dan dataran rendah, tanaman perkebunan diketahui cukup tinggi mengkonsumsi pestisida. Masalah polusi pestisida dalam bentuk residu kimia, berkembangnya ketahanan serangga terhadap insektisida, resurgensi hama target dan non-target, kematian organisme yang menguntungkan, terjadi cukup tinggi pada tanaman tersebut di atas. Dengan demikian, cukup besar peluang untuk mengembangkan pengendalian hama secara hayati pada tanaman-tanaman tersebut diatas untuk membatasi penggunaan bahan kimia. Dengan memperhatikan makin meningkatnya kebutuhan dunia akan bahan segar dan olahan buah-buahan tropika dan minuman penyegar seperti kopi dan teh, maka sesuatu yang cukup penting untuk mengembangkan dan mengadopsi teknologi pestisida nabati terhadap tanaman-tanaman tersebut di atas.


6. Kategori Pengendalian Hama
Agensia pengendali hayati di alam cukup banyak. Beberapa patogen termasuk Nuclear Polyhodrosis Viruses (NPV) dan Granulosis Viruses (GV), bakteri seperti Bacillus thuringiensis (BT), yang termasuk fungsi Metarhizium, Beauveria dan Verticillium, dan jenis protozoa Schozogregarines merupakan penyakit serangga yang menyebabkan kematian. Beberapa jenis parasit serangga (parasit hidup subur bersama serangga) cukup banyak dijumpai di alam. Trihoramma adalah parasit lain yang sudah di identifikasi adalah Goniozus, Elasmus, Eriborus, Bracon, Trichospilus, Tetrastichus, dan Chelonus. Laba-laba juga banyak membantu dalam pengendalian serangga pengganggu. Laba-laba jenis lycosa, berperanan penting pada ekosistem padi sawah.
Beberapa jenis serangga dan patogen yang menyerang gulma, beberapa di antaranya dikembangkan sebagai bahan pengendali hayati. Hal yang sama semua itu bersifat antagonistis terhadap patogen tanaman dan nematoda.

7. Kelebihan Patogen Serangga.
Pengendalian dengan menggunakan patogen serangga bersifat tidak merusak dan tidak meracuni kehidupan yang lain. Beberapa patogen serangga kompatibel dengan insektisida dan dengan mudah dimasukkan dalam sistem pengelolaan hama. Dalam beberapa kasus penegmbangan dan penggunaannya pada skala besar relatif mudah dan tidak mahal. Pengendalian hama secara mikrobiologi bersifat akrab lingkungan dan merupakan teknologi yang cukup rasional dan dikenal sebagai teknologi alternatif terhadap insektisida kimia.

8. Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Hama
Keberhasilan pengelolaan hama adalah mempertahankan atau memperbaiki peranan pengendali biologi alami dalam mengatur populasi hama. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah pengendali biologi dalam suatu ekosistem sehingga dapat berfungsi normal. Metode yang dapat digunakan, ialah : (i) manipulasi lingkungan, (ii) menambah tanaman inang dan sumber makanan, dan (iii) secara rutin melepaskan masa yang menghasilkan agen pengendali hayati (Jayaray and Rabindra, 1992).
Pengendali hayati yang klasik atau secara periodik melepas mudah alami merupakan cara yang paling efektif dalam suatu sistem pertanaman apabila penggunaan insektisida dengan skala besar atau praktek lain menyebabkan kerusakan keseimbangan alami ditekan seminimal mungkin. Usaha pertanian komersial berskala besar yang mempunyai risiko besar terhadap serangan hama tampaknya memerlukan perpaduan pengendalian secara hayati, kimiawi, budi daya dan bentuk kegiatan lain yang dapat menekan serangan hama.

9. Peraturan dan Kebijakan Pemerintah
Sampai saat ini kebijakan pemerintah yang digunakan adalah menetapkan BMR dan penyempurnaannya sesuai dengan kerangka kebijakan nasional lindungan masyarakat terhadap bahaya pestisida. Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.7 Tahun 1973 tentang Pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan pemakaian pestisida. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 selanjutnya disempurnakan kedalam Undang-Undang Sistem Budidaya Tanaman No. 12/Tahun 1992. Masalah pestisida tercantum secara khusus dalam Bab IV Pasal 38 sampai Pasal 42. Pengaturan yang ditetapkan meliputi : pendaftaran, peredaran, kendali mutu, keamanan, dan termasuk sanksi-sanski pidananya (Pasal 60 sampai pasal 63)
Pada dasarnya sistem PHT merupakan kelanjutan program PHT yang dilahirkan melalui Inpres No. 3 tahun 1986, yaitu pelarangan penggunaan 57 jenis pestisida, program nasional PHT yang dikoordinasikan oleh Bappenas secara lintas sektoral. Akan tetapi, praktek budidaya pertanian yang tidak menimbulkan residu dalam bahan pangan tidak ditonjolkan secara eksplisit dalam UU tersebut. Sebelum terbitnya Keputusan bersama tentang BMR, masalah limbah pestisida diatur melalui PP No. 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Beracun. Bahaya pestisida terhadap lingkungan, minimal beradasal dari dua sumber, ialah :
1) Limbah pabrik pembuat/formulator bahan aktif pestisida, dan
2) Limbah yang berasal dari pemakaian pestisida dalam budi daya tanaman/pertanian.
Peraturan pemerintah yang menyangkut kendali mutu (quality control) merupakan prasyarat untuk menunjang keberhasilan biopestisida. Kemungkinan besar yang menurunkan kualitas produk dari suatu perusahaan adalah : kontaminasi, penyimpanan yang buruk, ketidakmurnian, strain tidak efisien, formulasi yang kurang tepat. Hal tersebut di atas kemungkinan akan berpengaruh pada efisiensi biopestisida dan konsumen (petani) tidak memperoleh manfaat dari penggunaan biopestisida tersebut. Dengan demikian standar biopestisida sangat diperlukan untuk meyakinkan kualitasnya. Meskipun demikian, kendali mutu yang disusun harus mudah diadopsi dan dicek.

10. Keragaman dan Perlindungan Tanaman
Cukup banyak hasil penelitian yang menunjukkan bahwa keragaman dalam pertanian organik berdampak positif dalam menekan populasi hama dan penyakit yang merugikan. Pada saay ini mulai dikembangkan penelitian dan penerapan konsep keragaman yang berperanan penting dalam mengembangkan usaha tani. Dlaam suatu ekosistem alami, fungsi pengaturan yang terjadi merupakan produk keragaman, termasuk aliran energi dan hara melalui sinergisme biologi (Swift dan Andersoon, 1993). Sinergisme ini hilang akibat intensifikasi pertanian yang lebih mengandalkan pertanaman tunggal (monokultur) dan tergantung pada masukan tinggi dari luar usaha tani.
Mekanisasi pengolahan, penanaman dan pemanenan hasil, penggunaan bahan kimia untuk memberantas hama dan penyakit, manipulasi genetika telah menggantikan proses evolusi dan seleksi tanaman secara alami (altieri et. Al., 1996). Proses peruraian dan dekomposisi alami terganggu karena semua hasil panen dikeluarkan dari lahan, dan kesuburan tanah diperhahankan dan ditingkatkan menggunakan masukan dari luar usaha tani dan bukan melalui daur ulang.
Keragaman dapat dilihat berdasarkan semua jenis tanaman, ternak dan mikroorganisme yang ada dan berinteraksi dalam suatu ekosistem. Dalam suatu agroekosistem, fauna penyerbukan, musuh alami, cacing tanag, dan mikroorganisme semuanya merupakan kunci komponen keragaman yang mempunyai peranan penting dalam proses introgresi genetika, pengendalian hama, daur hara dan dekomposisi.
Jenis dan kelimpahan keragama dalam bidang pertanian berbeda dari satu agroekosistem yang lain. Perbedaan yang dapat diamati termasuk umur, keragama, struktur, dan pengelolaan. Pada kenyataannya terdapat variasi yang cukup besar ditinjau dari prinsip ekologi dan pola budidaya dari bermacam-macam agroekosistem. Pada umumnya aras keragaman dalam suatu agroekosistem tergantung pada empat karakteristik dari sistem tersebut (Soutwood and Way, 1970). Empat karakteristik tersebut adalah :
a. Keragaman vegetasi di dalam dan sekitar agroekosistem tertentu
b. Aras stabilitas komposisi tanaman di dalam suatu agroekosistem
c. Intensitas pengelolaan yang dilaksanakan
d. Tingkat isolasi suatu agroekosistem dari vegetasi alami.
Hasil penelitian agroekosistem modern menunjukkan bahwa keragama dapat digunakan untuk memperbaiki pengendalian hama dan penyakit (Altieri and Letourneau, 1984, Andow, 1991). Disamping itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat kemungkinan untuk menstabilkan komunitas serangga dalam suatu agroekosistem dengan cara memang komposisi tanaman yang mendukung populasi musuh alami, atau secara langsung meningkatkan populasi jenis herbivora (Risch et. Al., 1983)


11. Prinsip Ekologi Pengendalian Hama dan Penyakit
Setiap pendekatan ekologi untuk mengendalikan hama dan penyakit tanpa harus tergantung pada penggunaan bahan kimia merupakan pengetahuan bahwa tidak ada faktor tunggalpun yang bertanggung jawab terhadap masalah hama dan penyakit, tetapi sangat tergantung pada pengelolaan yang dilakukan yang mendorong stabilitas dan keseimbangan antara tanaman dan hama. Dalam pendekatan ekologi yang perlu diperhatikan adalah meningkatkan aktivitas musuh alami termasuk serangga yang lain maupun hewan, seperti burung, fungi, bakteri dan virus. Sebagai contoh yang baik adalah peranan musuh alami hama apid pada tanaman serealia. Keragaman dan stabilitas hama dan predatornya dipengaruhi oleh :
1. Keragaman jenis tanaman dan struktur penanaman dilapangan, termasuk sistem pertanaman tetap dan sementara.
2. Komposisi, pengelolaan dan komunitas tanaman sekitarnya.
3. Jenis tanah dan kondisi lingkungan
4. Jarak tanaman terhadap sumber hama
5. Tanaman permanen dan waktu yang diperlukan untuk membentuk masyarakat tumbuhan
6. Hubungan kompleksitas antara tanaman pertanian dan non-pertanian, herbivora dan musuh alami.
Keragaman merupakan prinsip lingkungan yang dapat diterapkan dalam kerangka perlindungan tanaman. Usaha perlindungan tanaman secara alami hasilnya tidak dapat dibandingkan dengan hasil penggunaan pestisida kimia, tetapi yang perlu diperhatikan adalah manfaat komparatif dalam jangka panjang. Manfaat jangka panjang, adalah :
a. Tidak membunuh musuh alami
b. Menurunkan risiko munculnya hama susulan yang lain
c. Tidak berdampak negatif pada manusia maupun hewan lain
d. Tidak merusak lingkungan termasuk sumber air
e. Membebaskan petani dari ketergantungan pada pestisida
f. Menurunkan biaya usaha tani
Setiap usaha perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit di perlukan pemahaman prinsip-prinsip tersebut di atas. Di dalam pelaksanaannya di lapangan memerlukan beberapa pertimbangan teknis, antara lain :
Diperlukan pengetahuan tentang kondisi lahan dan lingkungan fisik setempat berdasarkan pertimbangan ekologi yang saling berinteraksi. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, ialah :
1) Identifikasi jenis serangga yang menguntungkan
2) Sifat biologi hama dan serangga yang menguntungkan (taksonomi, perilaku, dan pola kebiasaan makan)
3) Perilaku serangga menurut musim dan ketergantungannya pada kondisi alam
4) Identifikasi masa pertumbuhan tanaman yang lemah terhadap serangan hama dan penyakit
5) Pemilihan tanaman yang menarik sebagai inang predator atau parasit

5 komentar:

Anonim mengatakan...

yeah,,, mhasiswa perkebunan seperti saya butuh artikel ttg perkebunan juga!

Anonim mengatakan...

thanks.... ijin sedot buat bikinin makalah cewe ane,

Anonim mengatakan...

ini kan tulisannya huffaker bang... ditulis dunkh daftar rujukannya...

Anonim mengatakan...

thank...!! sangat trbantu dgn tulisan ne bs trbbs dr ocehan dosen awak,, hhe..

zairifblog mengatakan...

Sama-sama... smoga bermanfaat

Posting Komentar